"KUR mestinya menyasar kredit mikro. Komposisi yang sekarang belum sesuai dengan komposisi perekonomian kita. Kita ingin KUR ini lebih disalurkan kepada petani, nelayan, dan peternak," kata Darmin seusai memimpin rapat koordinasi di Jakarta, Jumat.
Ikut hadir dalam rapat koordinasi membahas perkembangan KUR adalah Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, direksi bank-bank BUMN, serta perwakilan dari beberapa kementerian lembaga.
Menurut Darmin, salah satu penyebab tersendatnya realisasi KUR ke sektor pertanian adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki kalangan bank penyalur untuk menjangkau para calon debitur di lapangan.
"Sektor perdagangan selama ini lebih menguasai. Ini disebabkan karena perdagangan berada di garda terdepan, paling mudah dijangkau. Sementara sektor pertanian justru sulit untuk dijangkau," kata Darmin.
Berdasarkan data penyaluran hingga 31 Agustus 2016, KUR masih lebih banyak dinikmati sektor perdagangan (besar dan eceran) hingga 68 persen, sedangkan sektor pertanian (termasuk perkebunan, kehutanan) hanya mencatat penyerapan 15,51 persen.
Sedangkan, penyaluran di sektor lainnya seperti jasa-jasa tercatat mencapai 10,86 persen, industri pengolahan 4,49 persen, dan perikanan 1,15 persen.
Sementara itu, berdasarkan kajian OJK terhadap debitur di tiga bank BUMN penyalur (BRI, BNI dan Bank Mandiri) pada Juni 2016 tercatat sebanyak 58,3 persen merupakan debitur baru, 23,73 persen merupakan debitur tukar dari KUR skema lama dan 17,97 persen merupakan debitur tukar dari kredit komersial.
Darmin mengharapkan para debitur tukar yang masih mengajukan KUR mulai berkurang jumlahnya pada 2017.
Terkait peningkatan penyaluran KUR kepada sektor pertanian, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menyarankan adanya pendekatan berbeda untuk meningkatkan realisasi KUR di luar sektor perdagangan.
"Pemerintah perlu mendalami kemungkinan adanya KUR khusus untuk mendorong ekskalasi pertumbuhan KUR di luar sektor perdagangan," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, rapat koordinasi juga menyepakati perluasan basis penerima KUR mulai tahun depan, terutama bagi sektor perdagangan elektronik (e-dagang) untuk bisnis "startup" serta bagi pengembangan usaha para petani karet.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga menambahkan rapat koordinasi juga menyepakati kemungkinan badan hukum koperasi bisa ikut terlibat dalam penyaluran KUR, agar penyerapannya bisa lebih tepat sasaran kepada masyarakat kecil.
"Koperasi bisa menjadi penyalur KUR. Ini sedang dikaji, satu atau dua koperasi bisa ditunjuk sebagai pimpinan proyek untuk menyalurkan KUR. Nanti ada perubahan Peraturan Menteri mengenai itu," katanya.
Ia menambahkan, kajian mengenai kelayakan koperasi tersebut sedang dilakukan bersama dengan OJK, agar koperasi yang terpilih benar-benar memiliki kapasitas yang mumpuni dalam menyalurkan kredit mikro ini.
"Kementerian Koperasi bersama OJK sedang menyusun parameter mana koperasi yang sehat, mana yang tidak agar seluruh lembaga penyalur memiliki level playing field yang sama," katanya.
Selain keputusan terkait badan usaha koperasi, rapat koordinasi tersebut juga memutuskan kemungkinan penunjukan bank syariah dalam menyalurkan KUR kepada masyarakat.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, hingga September 2016, penyaluran KUR sudah mencapai sekitar 65 persen dari target penyaluran Rp120 triliun.
Penyaluran tersebut meliputi KUR mikro sebesar Rp44,7 triliun dan KUR ritel Rp20,5 triliun. Sementara itu, KUR untuk penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri baru terealisasi Rp79,5 miliar.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016