"Bisa dipahami bila Presiden Joko Widodo mengevaluasi keberadaan beberapa lembaga atau komisi negara yang dianggap tumpang tindih. Namun, pembubaran Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis sangat disesalkan," kata Tulus melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Tulus menilai Komisi tersebut masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi penularan penyakit akibat hewan atau zoonosis yang semakin tidak tertangani, bahkan semakin meluas.
Menurut Tulus, isu zoonosis merupakan permasalahan lintas sektor yang melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah. Keberadaan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis masih diperlukan sebagai lembaga yang mengoordinasikan semua instansi terkait.
"Komisi itu juga masih sangat diperlukan, mengingat sampai saat ini tidak semua pemerintah daerah di kabupaten dan kota yang sudah memiliki dokter hewan atau veteriner," tuturnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang sudah diubah melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, pemerintah diamanatkan untuk membentuk otoritas veteriner.
"Sambil menunggu proses pembentukan otoritas veteriner, sebaiknya Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis tetap dipertahankan," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membubarkan sembilan lembaga nonstruktural karena fungsi lembaga tersebut sudah ada atau terjadi tumpang tindih dengan kementerian/lembaga yang sudah ada.
Selain Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, yang lembaga yang dibubarkan adalah Badan Benih Nasional, Badan Pengendalian Bimbingan Massal, Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan, Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Pulau Batam Pulau Bintan dan Pulau Karimun.
Kemudian, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Dewan Kelautan Indonesia, Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016