Ilmuwan Jepang menangi Hadiah Nobel Kedokteran

4 Oktober 2016 14:41 WIB
Ilmuwan Jepang menangi Hadiah Nobel Kedokteran
Yoshinori Ohsumi, profesor Tokyo Institute of Technology, berbicara dalam konferensi pers setelah memenangkan Nobel Prize untuk bidang ilmu pengobatan di Tokyo Institute of Technology di Tokyo, Jepang, Senin (3/10/2016). (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
Stockholm/London (ANTARA News) - Ilmuwan Yoshinori Ohsumi dari Jepang memenangi Hadiah Nobel Kedokteran 2016 untuk eksperimen terobosan dengan ragi yang mengungkap mekanisme kunci dalam pertahanan tubuh tempat sel-sel mendegradasi dan mendaur ulang komponen-komponennya.

Memahami ilmu di balik proses itu, yang disebut "autophagy" atau "makan-diri sendiri", juga mengarah ke pemahaman lebih baik mengenai penyakit-penyakit seperti kanker, Parkinson dan diabetes tipe 2, kata komite Nobel dalam pernyataan mereka Senin (3/10).

"Temuan Ohsumi membawa ke satu paradigma baru dalam pemahaman kita mengenai bagaimana sel mendaur ulang kontennya," katanya.

Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran, hadiah Nobel pertama yang diberikan setiap tahun, nilainya delapan juta crown Swedia (933.000 dolar AS).

Ohsumi, yang lahir 1945 di Fukuoka, Jepang, adalah profesor di Tokyo Institute of Technology sejak 2009.

Dia mengatakan kepada kantor berita Kyodo bahwa dia merasa "sangat terhormat" menerima penghargaan itu.

Dalam wawancara terpisah dengan NHK dia mengatakan bahwa dia "selalu ingin melakukan sesuatu yang orang tidak mau melakukannya."

"Saya memikirkan pemecahan (sel) akan menarik, dan itu awal saya," katanya.

Kerja Ohsumi, yang dilakukan tahun 1990an dan disebut para komentator sebagai "perubahan paradigma" dan "perintis", meliputi penemuan gen-gen yang mengatur autophagy.

Ini penting untuk kedokteran karena membantu menunjukkan mengapa kesalahan pada gen-gen ini bisa mempengaruhi beragam penyakit.

David Rubinsztein, wakil direktur Institut Riset Medis Universitas Cambridge, mengatakan Ohsumi memberi para ilmuwan di seluruh dunia "perangkat penting" untuk membantu mereka memahami bagaimana gangguan autophagy bisa mempengaruhi penyakit seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit neurodegeneratif seperti Huntington dan Parkinson.

Chister Hoog, seorang profesor di Karolinska Institute, Swedia, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa penelitian Ohsumi membantu menjelaskan proses krusial dalam perkembangan manusia, mulai dari pertumbuhan, penuaan hingga mengalahkan penyakit.

"Pada tahap sangat awal (perkembangan manusia) organ-organ dan seluruh tubuh secara konstan dibuat lagi--kau tumbuh. Jadi kau butuh membuang barang-barang lama dan membangun struktur baru," katanya.

"Ketika kau menua, kau punya struktur yang harus dibuang dan autophagy ini pada prinsipnya dalam proses membuang mereka."

"Kalau kau mempengaruhi sistem ini, gen-gen dan protein yang terlibat dalam autophagy, kau tidak lagi bisa menangani limbah, dan sekali itu menumpuk kau akan kena penyakit tertentu."



Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016