Pernikahan dini tidak hanya mengurangi tingkat pendidikan anak-anak tersebut, namun juga meningkatan peluang kematian pada saat melahirkan jika mereka hamil dimana tubuh belum siap.
"Pernikahan anak di bawah umur menyebabkan siklus kerugian yang menghilangkan hak paling dasar bagi anak anak adalah belajar, berkembang, dan berlaku selayaknya anak anak pada umumnya," kata CEO internasional Save The Children, Helle Thorning-Schmidt.
Anak perempuan yang menikah terlalu dini tidak dapat mengikuti sekolah, dan lebih sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan, dan pemerkosaan. Mereka kemudian hamil dan terserang penyakit infeksi seksual termasuk juga HIV, ujarnya.
Laporan menyebutkan peringkat negara-negara yang paling baik dan paling buruk dalam hal memperlakukan wanita didasarkan pada tingkat pernikahan anak-anak, pendidikan, kehamilan remaja, kematian ibu hamil dan banyaknya anggota parlemen wanita.
Nigeria, Chad, Republik Afrika Tengah, Mali, dan Somalia berada dalam indeks peringkat terendah.
Para ilmuwan mengatakan bahwa konflik, kemiskinan, dan konflik kemanusiaan menjadi faktor utama penyebab anak-anak menjalani pernikahan di bawah umur.
Penutupan sekolah-sekolah di tengah menjangkitnya Ebola mengakibatkan sekitar 14.000 remaja hamil di Sierra Leone selama masa penyebaran wabah tersebut, kata Save The Children.
Kelompok amal global mencontohkan tentang Sahar, yang nama aslinya sengaja tidak disebutkan, merupakan anak perempuan yang kini berumur 14 tahun asal Suriah yang mengungsi di Lebanon. Ia menikah dengan seorang pria berumur 20 tahun saat berusia 13 tahun dan kini tengah hamil dua bulan.
"Pada hari pernikahan, saya membayangkannya sebagai hari yang sangat menyenangkan, tapi tidak. Saya menderita, menyedihkan," kata Save the Children mengutip pernyataan Sahar.
"Saya sangat bersyukur memiliki seorang bayi. Namun saya adalah seorang anak yang membesarkan anak," pungkasnya
UNICEF memperkirakan wanita yang menikah saat mereka berusia muda akan meningkat dari 700 juta saat ini, mencapai sekitar 950 juta di tahun 2030.
Laporan Save the Children tersebut bertepatan dengan Hari Anak Perempuan Internasional, Selasa, yang ditetapkan PBB sebagai hari untuk mengingat hak-hak 11 juta anak perempuan di seluruh dunia beserta sejumlah tantangan yang mereka hadapi.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016