"Penyederhanaan partai dengan meningkatkan ambang batas parlemen bisa dilakukan secara berkala sehingga hak politik masyarakat tidak terpasung," katanya di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu.
Jazuli tidak setuju dengan wacana yang berkembang terkait meningkatkan PT secara signifikan karena jangan terkesan aturan itu memotong partai baru.
Namun dia setuju semangat yang dibawa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu adalah menyederhanakan partai politik.
"Kami nilai multi partai tidak efektif sehingga penyederhanaan berjalan alami dengan prinsip demokrasi," ujarnya.
Jazuli mengatakan, FPKS harus mengkaji secara serius dan mendalam terkait isu krusial dalam RUU Pemilu. Dia mencontohkan sistem proporsional terbuka terbatas yang diajukan pemerintah, pada dasarnya adalah sistem tertutup.
"Presiden PKS pernah menyebut sistem tertutup namun kami harus konsultasikan ke DPP PKS," katanya.
Dia menilai pembahasan RUU Pemilu bukan untuk tujuan pragmatis karena proses mematangkan demokrasi harus berjalan di dalamnya.
Dalam draft RUU Penyelenggara Pemilu kepada DPR pada Jumat (21/10), Pasal 138 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas.
Lalu di Pasal 138 ayat (3) menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik.
Dalam perkembangannya, Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Selasa (25/10) memutuskan pembahasan RUU itu dilakukan di tingkat Panitia Khusus (Pansus) dengan tujuan agar pembahasannya komprehensif karena melibatkan komisi-komisi di DPR.
Dalam Pasal 393 ayat (1) disebutkan bahwa Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016