"Kegiatan tersebut digelar Yayasan Mudra Swari Saraswati dan Penyelenggara UWRF bekerjasama dengan BBB," kata Founder and Director UWRF Janet DeNeefe, Jumat.
Ia mengatakan, kegiatan tersebut melibatkan puluhan penulis lintas bangsa, seniman, jurnalis, musisi, pegiat sastra dan seni lainnya yang ikut ambil bagian dalam UWRF yang berlangsung selama lima hari, 26-30 Oktober 2016.
Dalam dialog sastra tersebut secara khusus menghadirkan novelis Dewi Lestari (Dee). Ia akan berbagi seputar proses kreatif penciptaanya, serta membincangkan pengalaman penulisan novel Supernova.
Novel yang diterbitkan pertama kali tahun 2001 tersebut merupakan salah satu novel bergenre fiksi ilmiah yang fenomenal di Indonesia. Supernova merupakan debut karir kepenulisan Dee.
Supernova kemudian menjadi sebuah "hexalogi" dengan enam seri kelanjutannya, yakni Ksatria, Putri, Bintang Jatuh, Akar, Petir, Partikel, Gelombang dan Intelegensi Embun Pagi. Buku terakhir, Intelegansi Embun Pagi terbit pada tahun 2016.
Karya tersebut menurut Janet DeNeefe memang patut diperbincangkan, mengingat sewaktu perilisan yang pertama, Dee Lestari tidak hanya menghadirkan imajinasi fiksi ilmiah, namun sebuah realitas sosial yang dianggap tabu kala itu, yakni terkait dengan hubungan dengan sesama jenis.
Dewi Dee" Lestari boleh dikatakan sebagai salah satu penulis terbaik Indonesia.
Selain "hexalogi" Supernova, wanita kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 tersebut juga telah menulis novel Perahu Kertas, serta tiga antologi: Filosofi Kopi, Madre, dan Rectoverso.
Beberapa karyanya telah dialihkreasikan dalam bentuk film. Filosofi Kopi merupakan kumpulan karya yang dibuat dari tahun 1995-2005 menjadi karya sastra terbaik versi Majalah Tempo pada tahun 2006 dan meraih penghargaan sebagai lima besar Khatulistiwa Literary Award.
Dee Lestari juga merupakan seorang penyanyi dan penulis lagu. Tahun 2016 merupakan kali ke-tigabelas penyelenggaraan UWRF, sebuah festival sastra tahunan yang berpusat di Ubud.
Tema yang diusung kali ini adalah "Tat Tvam Asi" , sebuah penggalan filosofi Hindu dari abad ke-6 dengan makna yang sangat dalam.
Tat Tvam Asi bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Aku adalah engkau, engkau adalah aku.atau bisa juga berarti Kita semua satu.
Jannet DeNeefe mengungkapkan bahwa pada awalnya kegiatan tersebut merupakan prakarsa komunitas, namun kini telah berkembang menjadi acara berkelas dunia yang memainkan peranan penting di dalam hubungan antar bangsa dan manusia.
"Dan kini, kami sangat ingin menaklukkan isu-isu yang selalu memisahkan sekaligus menyatukan kita semua. ujar DeNeefe.
Pewarta: IK Sutika
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016