• Beranda
  • Berita
  • Banjir Gorontalo terjadi karena DAS Limboto kritis

Banjir Gorontalo terjadi karena DAS Limboto kritis

31 Oktober 2016 22:42 WIB
Banjir Gorontalo terjadi karena DAS Limboto kritis
Gorontalo Banjir Lagi. Warga menunggu air surut menyusul banjir yang menggenangi rumah dengan ketinggian 1 meter di Kelurahan Tabumela, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Minggu (30/10/2016). Banjir kembali menggenangi daerah tersebut akibat hujan deras dan meluapnya sejumlah sungai, hingga saat ini banjir masih merendam lima kecamatan di Kabupaten Gorontalo. (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Gorontalo (ANTARA New) - Aktivis lingkungan di Gorontalo, Rahman Dako, mengatakan penyebab banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Gorontalo dan sekitarnya dalam seminggu terakhir adalah kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto yang sangat kritis.

"DAS ini bermuara ke Danau Limboto. Ada 86.861 hektare kawasan penyangga danau yang menampung air sebelum menuju ke danau. Sementara Danau Limboto hanya tinggal seluas 3.301 hektare," ungkapnya di Gorontalo, Senin.

Dari luas kawasan penyangga 86.861 hektare tersebut, luas tutupan hutan yang tersisa tinggal 10 persen.

"Yang 90 persen sudah beralih menjadi berbagai fungsi. Di bagian hulu hingga hilir ada lahan pertanian, perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri, tambang galian C, pemukiman dan lain-lain," tukasnya.

Perubahan kawasan penyangga tersebut menjadi alasan terbesar rendahnya daya dukung lingkungan di Kabupaten Gorontalo, sehingga banjir bandang akan terjadi saat curah hujan tinggi.

Terdapat 21 anak sungai yang mengalir ke danau dan 14 kecamatan di kawasan penyangga danau yaitu Batudaa, Tabongo, Bongomeme, Dungaliyo, Pulubala, Tibawa, Limboto Barat, Limboto, Telaga, Telaga Biru, Telaga Jaya, Tilango, Kota Barat, dan 1 desa di Kecamatan Kwandang.

Kecamatan tersebut sebagian besar merupakan wilayah yang terdampak banjir bandang sejak 25 Oktober 2016 sampai saat berita ini diturunkan.

Rahman menyebut aktivitas pembalakan liar pada masa lalu memang didukung oleh pemerintah.

Kurang lebih 16 tahun lalu, Rahman dan sejumlah aktivis mempermasalahkan inkonsistensi pemerintah dalam pengelolaan kawasan penyangga danau Limboto.

"Saya juga masih ingat tahun 2003, ketika sedang diperiksa polisi di Polres Limboto karena masalah ilegal logging perusahaan Korea, air masuk sampai di ruang pemeriksaan polisi. Dan kejadian yang sama berulang kali terjadi termasuk hari ini," tambahnya.

Pewarta: Debby Mano
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016