"Semua pihak bisa menggunakan data pada portal ini sebagai rujukan bersama, sebagaimana Kementerian Agraria dan Tata Ruang menggunakannya untuk rencana tata ruang wilayah (RTRW)," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei di kantornya, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan data risiko bencana harus diketahui oleh semua pihak baik pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Dengan begitu, semua pihak bisa melakukan upaya antisipasi sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Portal inaRISK, kata dia, dibangun dengan basis server GIS yang memungkinkan pengguna dapat memanfaatkannya di seluruh dunia dan mudah digunakan pengguna. Tolok ukur kemudahan penggunaan tersebut adalah pengguna tidak perlu memahami GIS saat menggali informasi yang dibutuhkan.
Menambahkan, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja mengatakan identifikasi risiko bencana merupakan langkah awal dari penanggulangan bencana. Dari data risiko bencana tersebut dapat disusun rencana penanggulangan bencana yang dapat diarusutamakan seiring rencana pembangunan nasional, provinsi, kabupaten dan kota.
Bahkan, kata dia, data risiko bencana menjadi langkah awal sistem peringatan dini yang sedang dikembangkan BNPB menjadi sistem peringatan dini multibencana. Menurut Wisnu, upaya membangun portal inaRISK itu memerlukan waktu tujuh tahun, dimulai dari pengumpulan data dan menyepakati metodologi yang digunakan.
Dia mengatakan pada 2009 masing-masing instansi masih menggunakan metode yang berbeda-beda dalam memetakan dan melakukan kajian risiko bencana.
Peluncuran inaRISK, kata dia, seiring dengan RPJMN 2015-2019 yang dicanangkan pemerintah. RPJMN itu menargetkan penurunan indeks risiko bencana sebesar 30 persen di 136 kabupaten/kota pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Strategi yang dilakukan adalah memperkuat kapastias penanggulangan bencana di daerah dan masyarakat, salah satunya lewat inaRISK.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016