"Penelitian kali pertama di dunia menggunakan teknologi nuklir untuk mengidentifikasi benda cagar budaya," ujar Johan Yan di sela peluncuran buku tentang penelitiannya berjudul "Maha Nandi Dalam Perspektif Arkeometalurgi dan Teknologi Nuklir" di Tugu Pahlawan Surabaya, Kamis.
Menurut dia, banyak pihak yang mendengar kata nuklir adalah senjata pemusnah massal dan penghancur peradaban, padahal teknologi nuklir di tangan ahlinya bisa untuk mengidentifikasi sebuah peradaban yang telah punah.
Pihaknya berharap penelitian tersebut dapat mengantisipasi pelaku atau mafia cagar budaya yang sengaja memalsukan benda bersejarah, termasuk pencurian untuk selanjutnya dibawa ke meja lelang di luar negeri.
Komisaris Total Quality Indonesia tersebut juga membuktikan benda cagar budaya itu asli atau tidaknya dapat dilakukan dengan cara ini hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit untuk mengetahui komposisi logamnya.
"Kalau dibandingkan dengan metode konvensional seperti C14 atau sampling memerlukan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-berbulan, dan yang pasti destruktif," katanya.
Penelitian pertama, kata dia, dilakukan terhadap Maha Nandi, yakni merupakan arca lembu dari abad IX atau setidaknya abad X yang berukuran sekitar 30 centimeter dan sudah diteliti dengan "CT-Scan, MRI", serta teknologi nuklir.
Peneliti asal Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Prof Samin Prihatin mengakui metode ini merupakan hal relatif baru dan pertama kali di dunia teknologi nuklir.
"Hal ini akan mampu mendorong kalangan akademisi terutama yang bergerak dalam bidang arkeologi untuk terus berinovasi dalam penggunaan nuklir sebagai upaya menyelematkan serta melestarikan benda-benda cagar budaya di Indonesia," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengapresiasi penemuan dan penelitian menggunakan metode tenaga nuklir ini sebagai wujud menjaga keaslian benda cagar budaya.
"Saya akui kurang paham tentang metode apa yang paling tepat, tapi melihat perkembangan ilmu tekonologi seperti sekarang ini, penemuan apapun dalam rangka memastikan cagar budaya asli atau tidak patut itu sangat layak diapresiasia," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016