"Kami harapkan tradisi nyadran ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara bisa terjun langsung mengikuti prosesi nyadran kali ini," kata Kepala Desa Tlahab, Irwan, di Temanggung, Jumat.
Tradisi nyadran kali itu dilaksanakan di mata air Sidandang Desa Tlahab, Kecamatan Kledung.
Tlahab merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Temanggung. Desa di lereng Gunung Sindoro ini memiliki kawasan wisata alam, yakni Posong.
"Selama ini Posong menjadi salah satu tujuan wisata alam yang kami andalkan, tradisi tahunan ini bisa menjadi daya tarik wisata sehingga bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke desa kami," katanya.
Tradisi nyadran kali digelar oleh petani tembakau di Desa Tlahab setiap hari Jumat Kliwon di bulan Sapar dengan membawa tenong berisi ingkung serta nasi tumpeng ke mata air Sidandang sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Para petani di desa yang dikenal sebagai penghasil tembakau dan kopi arabika ini dalam rangkaian nyadran kali juga menggelar mujahadah bersama di masjid desa, pergelaran wayang kulit dua hari dua malam.
"Meskipun hasil panen tembakau tahun ini tidak seperti yang diharapkan, para petani tetap mengelar tradisi nyadran kali ini," katanya.
Dalam tradisi tersebut, sebelum matahari terbit, ratusan warga Desa Tlahab mulai berbondong-bondong menuju mata air Sidandang, dengan khusuk mereka mengikuti semua prosesi dalam ritual tersebut.
Sejak dulu ritual ini memang digelar pada pagi buta. Kami tetap mempertahankan warisan budaya nenek moyang kami, tidak satu pun prosesi dalam ritual ini yang kami tinggalkan.
"Ritual selamatan desa ini sudah berlangsung secara turun temurun," kata Kaur Kesra Desa Tlahab, Alif Misiyat usai memimpin doa bersama.
Selain ungkapan rasa syukur atas nikmat air yang melimpah dan kesehatan serta keamanan, menurut dia, nyadran juga untuk mendoakan pendiri desa setempat yakni Kyai Jogorekso.
Nyadran ini juga untuk mengingatkan kepada warga agar bisa menyatu dengan alam, ikut menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan.
"Sebagai petani, kami setiap hari berbaur dengan alam, mereka juga harus merawat dengan baik sehingga alam dan lingkungan serta mata air melimpah rahmat dari Allah ini bisa terus terjaga hingga anak cucu," katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016