"Besar harapan saya pada ulama untuk bersama-sama membawa masyarakat agar terhindar dari radikalisme dan menjaga masyarakat demi keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata Menhan Ryamizard di sela-sela silahturahmi dengan para ulama dan tokoh agama di Kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan para ulama dan tokoh agama mengajarkan nilai-nilai agama yang penuh dengan kasih, damai dan toleransi.
Nilai-nilai tersebut sejatinya diharapkan dapat menangkal paham radikalisme yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Untuk itu, para ulama dan tokoh agama juga membantu masyarakat menyaring pandangan yang sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila dan menghalau paham-paham yang bersinggungan dengan dasar negara.
"Saya ingin ingatkan kembali tantangan bangsa ke depan semakin kompleks, oleh karena itu peran ulama, ustad sangat penting dalam memelihara nasionalisme, sifat bela negara yang berpegang teguh pada Pancasila," tuturnya.
Dia menuturkan umat Islam yang mayoritas pemeluknya sekitar 80 persen di Indonesia harus mampu mengayomi atau memberi teladan yang baik termasuk dalam berdemokrasi bagi masyarakat lain.
"Jangan sampai kita umat Islam jadi kambing hitam di ajaran orang," ujarnya.
Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Hasyim Muzadi mengatakan setiap warga negara Indonesia harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi untuk membangun dan memperkokoh bangsa Indonesia.
"Seluruh negara unggul sekarang punya nasionalisme sendiri. Kita harus bisa menempatkan diri sebagai nasionalis apapun agama dan pikiran kita dan meletakkan nasionalisme kita dalam hubungan global yang setara bukan bagian negara asing manapun," ujarnya.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengatakan kasus dugaan penistaan agama harus didalami secara komprehensif dan ditangani secara proporsional dan netral.
Menurutnya, harus ada proporsionalisasi baik dalam posisi negara dan kekuasaan negara, pengamanan dan posisi kerakyatan yang membawakan aspirasi sehingga tidak ada unsur keberpihakan dan keluar dari fokus yakni konteks hukum dan peraturan perundang-undangan dalam upaya penegakan keadilan.
"Dalam masalah krusial negara harus mengayomi semuanya tidak boleh buru-buru berpihak pada A atau B dalam masalah karena kalau terasa berpihak posisi kekuasaan kita bisa terbelah," tuturnya.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016