Gorontalo (ANTARA News) - Manajer Program Burung Indonesia di Gorontalo, Amsurya Warman Amsa, Jumat, mengatakan konversi hutan di bentang alam Popayato-Paguat mengancam kelestarian Tarsius (Tarsius tarsier) dan primata lain di daerah itu.Monitoring populasi dan tekanan habitat juga harus dilakukan, pada daerah hutan yang letaknya berdampingan dengan kawasan pertanian masyarakat. Ini untuk mengetahui seberapa besar populasi primata yang berpotensi terancam oleh manusia, ketika mereka
"Gangguan langsung berupa perburuan baik ditangkap hidup ataupun konsumsi relatif kecil, karena Tarsius dianggap tidak mengganggu tanaman pertanian dan keberadaannya sulit terdeteksi oleh manusia," ujarnya.
Hewan ini berstatus rentan (vulnerable) dan populasinya di Gorontalo diprediksi mencapai 3-5 grup untuk setiap hektar lahan hutan.
Lembaga tersebut mendorong upaya konservasi terhadap primata di Paguat-Popayato dengan sejumlah cara, diantaranya melalui restorasi ekosistem untuk mengembalikan fungsi ekologis dan parameter peningkatan produktivitas hutan.
Upaya ini dinilai dapat melindungi spesies langka dan unik seperti Tarsius, dengan keragaman habitatnya.
Pihaknya juga mengikutsertakan masyarakay dalam perlindungan habitat dan populasi, dengan memfasilitasi terbentuknya Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD) di desa-desa yang berbatasan langsung dengan hutan tersebut.
"Monitoring populasi dan tekanan habitat juga harus dilakukan, pada daerah hutan yang letaknya berdampingan dengan kawasan pertanian masyarakat. Ini untuk mengetahui seberapa besar populasi primata yang berpotensi terancam oleh manusia, ketika mereka masuk ke area pertanian," tambahnya.
Menurutnya hutan produksi Popayato-Paguat adalah kawasan hutan alam produksi bekas tebangan. Meskipun kini sudah berkurang produktivitasnya, kawasan ini masih memiliki kekayaan sumber daya hayati yang tinggi.
Data Burung Indonesia menyebut terdapat 162 jenis burung, 14 jenis mamalia dan 41 jenis herpetofauna yang hidup di dalam hutan Popayato-Paguat.
Di hutan ini terdapat dua jenis primata endemis Pulau Sulawesi yang berstatus rentan (vulnerable), yaitu Tarsius tarsier dan Macaca hecki.
Ia menjelaskan populasi Tarsius tarsier tersebar merata di Pulau Sulawesi, kecuali Sulawesi Timur dan daerah Poso.
Hewan ini merupakan primata terkecil, aktif di malam hari dan sering dijumpai mengeluarkan nyanyian berfrekuensi tinggi di akhir dan awal hari.
Makanannya berupa 77 persen adalah arthropod seperti serangga dan lipan, hidup dalam kelompok kecil yang berjumlah 2-8 individu.
Pewarta: Debby Mano
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016