Hal tersebut mengemuka pada Mudzakarah Zakat Sebagai Pengurang Pajak yang diselenggarakan di Jakarta pada 1-3 Desember lalu, kata salah seorang peserta mudzakarah yang juga pegiat zakat M. Fuad Nasar kepada Antara, Senin.
Fuad mengemukakan, lebih dari satu dekade pemberlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) - UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2010 tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, - insentif pajak yang diberikan negara kepada pembayar zakat belum berpengaruh signifikan.
Termasuk terhadap pencapaian target penerimaan pajak maupun peningkatan kesadaran umat Islam dalam menunaikan kewajiban zakat melalui lembaga resmi, katanya.
Mudzakarah itu sendiri digelar oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama. Setelah menyimak paparan para narasumber dan pemikiran yang berkembang dalam diskusi, menghasilkan enam rekomendasi yang ditujukan kepada Pimpinan DPR-RI, Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan BAZNAS.
M. Fuad Nasar menyampaikan ada enam rekomendasi tersebut sebagai berikut:
Pertama: Mengusulkan kepada Menteri Keuangan dan Pimpinan DPR-RI yang pada tahun 2017 akan membahas revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, agar memasukkan klausul zakat sebagai pengurang pajak dalam Daftar Isian Masalah (DIM) RUU Perubahan atas UU Pajak Penghasilan;
Kedua: Dalam implementasi ketentuan UU Pajak Penghasilan yang berlaku pada saat ini, perlu diprogramkan sosialisasi bersama antara Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, BAZNAS dan Forum Zakat (FOZ) mengenai teknis pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan bruto atas Penghasilan Kena Pajak;
Ketiga: Meminta kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak agar segera memperbarui penerbitan daftar lembaga penerima zakat terkait dengan pengurang penghasilan bruto atas penghasilan kena pajak, yaitu 1 BAZNAS pusat, 34 BAZNAS provinsi, 514 BAZNAS kabupaten/kota seluruh Indonesia dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah mendapat izin/legalitas dari Kementerian Agama;
Keempat: Meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendorong Kepala Daerah untuk memproses pengangkatan pimpinan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota dan mengalokasikan anggaran operasional dari APBD sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP Nomor 14 Tahun 2014 serta mendukung aspirasi yang berkembang di berbagai daerah dalam pembentukan Perda Pengelolaan Zakat;
Kelima: Mengusulkan kepada Menteri Agama, Ketua BAZNAS dan Menteri Keuangan untuk membangun sistem aplikasi pembayaran zakat berbasis teknologi informasi yang terhubung dengan sistem aplikasi perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak, untuk memudahkan pemberlakuan zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Dengan sistem yang terintegrasi, setiap pembayaran zakat dan Bukti Setor Zakat (BSZ) dapat dicek validasinya secara langsung oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia.
Keenam: Dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah melalui Badan Amil Zakat Nasional, agar dimasukkan kolom zakat dalam daftar gaji/penghasilan lainnya.
Kegiatan mudzakarah dibuka secara resmi oleh Sekjen Kemenag Nur Syam, dihadiri peserta dari unsur Kementerian Agama pusat, Kanwil Kemenag Provinsi, unsur Pemerintah Daerah, BAZNAS pusat, BAZNAS provinsi serta beberapa Lembaga Amil Zakat.
Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016