• Beranda
  • Berita
  • Kasus penggunaan KTP Indonesia oleh ABK asing dikembangkan

Kasus penggunaan KTP Indonesia oleh ABK asing dikembangkan

8 Desember 2016 15:27 WIB
Kasus penggunaan KTP Indonesia oleh ABK asing dikembangkan
ILUSTRASI (ANTARA /Oky Lukmansyah )
Jakarta (ANTARA News) - Kasus penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia yang diduga digunakan oleh anak buah kapal (ABK) Filipina di Bitung, Sulawesi Utara, terus dikembangkan dan diharapkan dapat terungkap hingga ke akar-akarnya.

"Kasus ini akan terus dikembangkan agar korporasi dan pelaku utama dari kejahatan terungkap dan dapat diproses secara hukum," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis.

Dia memaparkan, kasus tersebut merupakan pengembangan dari penangkapan dua kapal pelaku illegal fishing oleh Kapal Pengawas (KP) Perikanan Hiu Macan-306 dan KP Hiu Macan Tutul-401 pada 30 September 2016.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terungkap dugaan kuat bahwa 22 ABK Filipina pada kedua kapal tersebut memiliki dan menggunakan KTP elektronik Indonesia untuk dapat melakukan penangkapan ikan di kawasan RI.

Sedangkan menurut koordinasi dan kerja sama antara Satgas 115, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Bitung, serta Polda Sulut, kasus kepemilikan dan penggunaan KTP Indonesia untuk ABK Filipina dilimpahkan untuk ditangani Direktorat Kriminal Umum Polda Sulut.

Status hukum dari kasus tersebut, lanjutnya, telah ditetapkan enam tersangka yaitu DL (pemilik kapal), NS, JA, AS, KA, dan NR. Di antara para tersangka tersebut juga terdapat sejumlah oknum pejabat pemerintahan daerah Kota Bitung.

"Tersangka DL dan NS sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Manado," katanya.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 93 UU No 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau paling banyak Rp50 juta) dan Pasal 263 ayat (1) KUHP (ancaman pidana penjara paling lama enam tahun).

Sementara berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan dugaan kuat keterlibatan tiga perusahaan perikanan di kota General Santos, Filipina.

Tiga perusahaan tersebut diduga berperan dalam menggerakkan tersangka DL melalui pembiayaan aktif untuk menjadi penerima ABK Filipina, dan mengatur proses perizinan kapal serta identita kependuudukan.

Modus ini diduga dilakukan agar mereka dapat melakukan penangkapan ikan di Indonesia dengan menggunakan kapal-kapal pamboat dari Filipina dengan sistem pendaratan 3 banding 1 (satu kali penangkapan didaratkan di Bitung, sedangkan tiga penangkapan lain didaratkan di General Santos, Filipina).

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016