• Beranda
  • Berita
  • Kapuas Hulu gelar Festival Makanan Tradisional di perbatasan

Kapuas Hulu gelar Festival Makanan Tradisional di perbatasan

10 Desember 2016 10:55 WIB
Kapuas Hulu gelar Festival Makanan Tradisional di perbatasan
Ilustrasi--Pekerja menyelesaikan pembuatan Galendo Coklat (Galecok) di Rumah Produksinya Ciamis, Jawa Barat, Senin (1/2). Makanan tradisional galendo khas Ciamis yang dicampur coklat serta dibentuk menjadi aneka buah-buahan merupakan makanan inovasi baru yang dipasarkan ke Jawa Barat dengan kisaran harga Rp7.000 hingga Rp45.000 per buah. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Pontianak (ANTARA News) - Masyarakat desa di Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat menggelar pawai akhir tahun dengan tema Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau, 9 - 12 Desember 2016.

Ketua Panitia Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau Indra Prasetyo saat dihubungi di Pontianak, Sabtu mengatakan kegiatan ini sudah selaras dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis kearifan tradisional.

Sedangkan program pemerintah pusat juga sudah menjadikan Kapuas Hulu sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN).

Menurut dia, terkait hal itu, Kabupaten Kapuas Hulu membutuhkan program-program yang konkret salah satunya pengembangan desa hijau yang dikelola berbasis pengetahuan dan kearifan tradisi masyarakat.

Bupati Kapuas Hulu dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Frans Leonardus mengatakan saat ini kita sedang diserbu oleh makanan serba instan yang dikonsumsi sehari-hari tanpa memperhatikan kesehatan pangannya.

Oleh karenanya, jelas Frans, festival makanan tradisional menjadi pilihan utama dalam kegiatan ini, mengingat potensi sumberdaya alam yang kaya di Bumi Kapuas Hulu. Sebagian besar dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai pendukung ketersediaan pangan.

"Beragam bahan baku pangan tersebut kemudian diolah sedemikian rupa menjadi sebuah kuliner tradisional khas dan dapat dinikmati banyak orang sebagai wisata kuliner," ujar dia.

Ia menjelaskan konsep desa hijau yakni membangun desa lestari dengan mengutamakan prinsip peningkatan partisipasi masyarakat. "Dalam artian, masyarakat menjadi pelaku pembangunan dalam pengelolaan sumberdaya alam di desa secara berkelanjutan," katanya.

Gawai atau pesta itu sendiri digelar sebagai bentuk stimulus bagi masyarakat untuk menampilkan kearifan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alamnya. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk menampilkan keberagaman nilai budaya yang menjadi identitas tradisi lokal.

Sejumlah elemen masyarakat yang berkolaborasi dalam kegiatan ini yakni Riak Bumi, PRCF-Indonesia, Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Lanting Borneo, Serakop Iban Perbatasan (SIPAT), Forina, Aliansi Organik Indonesia (AOI) dan WWF-Indonesia.

Seluruh komponen itu berkolaborasi mempromosikan praktik-praktik terbaik masyarakat di Kapuas Hulu dalam membangun desa dengan memerhatikan aspek kelestarian lingkungan dan pemanfaatan makanan dari hutan yang alami, higienis, dan sehat.

Kecamatan Batang Lupar berbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur.

Pewarta: Teguh
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016