Terminal Penumpang Tipe A Tirtonadi Solo yang dibangun 2009-2016 dengan total investasi Rp186 miliar meliputi empat zona pelayanan, zona satu untuk penumpang bertiket, zona dua untuk penumpang belum bertiket, zona tiga untuk perpindahan penumpang serta zona empat untuk pengendapan kendaraan.
"Zona-zona tersebut menyerupai konsep pelayanan yang telah dilaksanakan di Bandar Udara dan Stasiun Kereta Api saat ini," kata Budi dalam siaran pers Kementerian Perhubungan, Selasa.
Dia menambahkan fasilitas penunjang seperti pendingin ruangan dan televisi tersedia di ruang tunggu terminal bus dengan luas sekitar lima hektare tersebut.
Terminal Tirtonadi juga menyediakan fasilitas bagi penumpang berkebutuhan khusus (disable/difable), dua bus yang dirancang untuk warga berkebutuhan khusus yang bahkan dilengkapi kamar mandi khusus.
Terminal terbesar di Kota Solo itu juga menyediakan layar monitor yang menampilkan jadwal keberangkatan semua bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang melalui terminal.
"Dengan adanya layar monitor yang menampilkan jadwal bus-bus maka penumpang dapat mengetahui kapan bus-nya berangkat, tidak bertanya-tanya dan dapat mengatur kapan mau berangkat," ujar Budi.
Selain itu, terminal menyediakan layanan tiket elektronik untuk memudahkan calon penumpang membeli tiket AKAP
"Nantinya masyarakat bisa memesan tiket melalui gerai resmi, loket tiket di terminal, Payment Point Online Bank (PPOB), hingga aplikasi di smartphone," katanya.
Selain fasilitas tersebut, untuk meningkatkan aksesibilitas antarmoda transportasi, pemerintah membangun fasilitas integrasi moda berupa Skybridge sepanjang 438 meter yang menghubungkan Terminal Tirtonadi dengan Stasiun KA Balapan.
"Ini merupakan contoh integrasi fisik antarsimpul transportasi yang dibangun nyaman bagi pejalan kaki. Saya juga ingin saudara-saudara kita yang dari Klaten atau Madiun jika ingin ke Bandara Adi Sumarmo tidak perlu kesulitan moda transportasi," katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016