"Apalagi sebagian besar lapangan minyak dan gas (migas) yang telah berproduksi di Indonesia berada di daerah terpencil serta minim fasilitas," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro di Jakarta, Jumat.
Sebagai negara kepulauan, lanjut Wianda, Indonesia butuh banyak infrastruktur untuk mempermudah distribusi gas. Dikatakannya, selama 10 tahun terakhir, Pertamina mengeluarkan belanja modal bagi pengembangan infrastruktur gas senilai 3,68 miliar dolar AS atau sekitar Rp45,7 triliun. Belanja modal tersebut dialokasikan untuk tiga sektor yaitu liquefaction, pipa, dan regasifikasi.
Bukti kesungguhan Pertamina dalam mengembangkan infrastruktur gas di Indonesia antara lain adalah pengembangan jaringan pipa. Bila pada 2014 panjang pipa yang terbangun baru 1.673 kilometer (km) pada akhir 2016 diproyeksikan mencapai 2.580 km.
Jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum dan MRU dari 25 pada 2014 menjadi 56 pada akhir 2015. Begitu pun dengan jaringan gas dari 41,7 ribu sambungan rumah tangga (SR) dua tahun lalu, menjadi 89,3 ribu SR pada akhir 2016.
"Hingga akhir September 2016, Pertamina telah menyelesaikan sejumlah proyek infrastruktur gas, antara lain pipa transmisi Belawan-KIM-KEK, tujuh SPBG-APN di Depok, Subang Kota, Subang wilayah pantai utara, Citeuruep, Cirebon, Bogor, dan Balikpapan serta jaringan gas di Bulungan, Bekasi, Lhokseumawe, Lhoksukon, Pekanbaru, dan Sidoarjo II," kata Wianda.
Sementara proyek yang masih berjalan adalah pipa transmisi gas dari Muara Karang-Muara Tawar, dan Gresik-Semarang. Sementara proyek Porong-Grati sudah "gas-in" pada pertengahan November 2016. Juga dua SPBG APN di Jadebotabek dan Prabumulih serta tiga SPBG ABI PNA di Jakarta, selain jaringan gas di Subang, Ogan Ilir, Jambi serta Prabumulih pengembangan, Balikpapan, dan Cilegon.
"Pengembangan infrastruktur gas ini juga ditopang oleh transportasi gas. Per September 2016, Pertamina merealisasikan transportasi gas sebanyak 393,22 bscf dibandingkan tahun lalu 531 BSCF. Sedangkan total penjualan gas mencapai 529,93 BBT dan regasifikasi LNG sebesar 21.925,06 BSCF," jelas dia.
Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengatakan pembangunan jaringan pipa gas interkoneksi Jawa sangat potensial mendukung proyek listrik 35 ribu MW karena program kelistrikan yang dicanangkan pemerintah ini juga bakal memanfaatkan bahan bakar gas, yaitu sekitar 20 persen.
Di luar itu, lanjut Wiratmadja, kebutuhan gas ke depan akan terus meningkat. Selain untuk listrik gas juga dibutuhkan oleh pabrik (industri) yang mulai banyak beralih dari BBM ke BBG.
Menurut Dirjen Migas, pemerintah akan terus mendorong PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina, dalam membangun jaringan pipa gas yang menyambungkan Jawa. Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam bidang infrastruktur migas, khususnya gas bumi, karena itu diperlukan pembangunan infrastruktur yang masif. "Pembangunan infrastruktur gas, menjadi penting dalam memicu pertumbuhan ekonomi yang merata," katanya.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016