Pemerintah Jepang menilai bahwa perbedaan kebijakan menyangkut Korea Utara (Korut), dan berbagai masalah pada masa lampau selama ini membayang-bayangi hubungan antara Jepang, China dan Korsel kendati ketiga kekuatan Asia itu telah mengadakan pertemuan-pertemuan tiga pihak sejak 2008, yang terakhir berlangsung di Seoul pada 2015.
Korsel terlihat antusias untuk hadir dalam pertemuan puncak yang diusulkan Tokyo, sementara China belum menentukan sikapnya.
China tampaknya belum akan mengumumkan posisinya sebelum kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump terkait Asia terlihat jelas.
Pertemuan puncak melibatkan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri China Li Keqiang dan Perdana Menteri Korea Hwang Kyo-ahn, bukan Presiden Park Geun-hye yang baru-baru dimazulkan, dijadwalkan bertemu sekitar 10 Februari 2017.
Jepang dan Korea Selatan sebelumnya pada bulan ini mengatakan mereka akan menerapkan sanksi sepihak terhadap Korea Utara terkait program nuklir dan peluru kendali balistik. Namun, China menentang langkah tersebut.
Beijing juga menentang keputusan Korea Selatan dan Amerika Serikat untuk mengerahkan sistem antipeluru kendali Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) dalam upaya menandingi ancaman Korea Utara.
Jepang baru-baru ini membuat marah China dan Korea Selatan setelah menteri pertahanan Jepang pada Kamis memutuskan untuk mengunjungi kuil kontroversial. Beijing dan Seoul menganggap kuil yang berada di Tokyo tersebut sebagai simbol militerisme Jepang dan mengingatkan negara-negara itu pada kekejian pada masa perang.
Jepang sebelumnya berniat menyelenggarakan pertemuan puncak tiga-pihak itu tahun ini, namun rencana ditunda karena ketidakpastian politik di Korea Selatan. Tokyo mengusulkan pertemuan kepada Seoul pada pertengahan Desember setelah pemakzulan Presiden Park.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017