• Beranda
  • Berita
  • India larang politisi bawa-bawa agama untuk menangkan Pemilu

India larang politisi bawa-bawa agama untuk menangkan Pemilu

2 Januari 2017 18:36 WIB
India larang politisi bawa-bawa agama untuk menangkan Pemilu
New Delhi, India. (AFP Photo/Dominique Faget)

Politisi tidak boleh mencari suara atas nama kasta, kepercayaan atau agama

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung India melarang para politisi negeri ini memanfaatkan agama dan kasta dalam mendapatkan dukungan suara pemilih. Keputusan ini diperkirakan akan memaksa partai politik di India mengubah strategi mereka menghadapi Pemilu nanti.

"Politisi tidak boleh mencari suara atas nama kasta, kepercayaan atau agama," kata Ketua Mahkamah Agung T.S. Thakur membacakan amar putusan sembari menambahkan bahwa proses Pemilu harus diselenggarakan secara sekuler.

India secara resmi adalah negara sekuler namun partai politik biasa menggunakan alasan agama dan kasta sebagai kriteria mereka dalam memilih calon pemimpin dan dalam meraih suara pemilih.

Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi dari Partai Bharatiya Janata (BJP) selama bertahun-tahun berjuang dalam Pemilu dengan membawa agenda nasionalis Hindu. Para anggota partai ini kerap dituding mengeluarkan pernyataan-pernyataan anti-muslim demi mendapatkan suara dari pemilih Hindu.

Keputusan mahkamah agung itu muncul hanya beberapa pekan menjelang pemilihan daerah di negara bagian Uttar Pradesh yang merupakan negara bagian paling padat penduduk di mana isu agama dan kasta kerap mendominasi tema Pemilu.

Hasil Pemilu akan penting bagi Modi yang memburu masa jabatan kedua pada Pemilu 2019. Pilkada serupa juga berlangsung di negara bagian Punjab, Uttarakhand, Goa dan Manipur.

Putusan Mahkamah Agung yang didasarkan perkara yang diajukan seorang politisi pada 1996, menyebutkan bahwa etika sekuler dari konstitusi harus dilindungi.

Mayoritas dari tujuh hakim agung yang mengeluarkan putusan itu mengatakan Pemilu dianggap batal jika ada satu politisi saja yang berusaha mendapatkan suara dari pemilih dengan memanfaatkan sentimen agama, demikian Reuters.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017