"SNI cangkul sudah ada, tapi ada beberapa yang sudah tidak relevan karena sudah lama, ada yang perlu ditambah dan dikurangi. Jadi perlu dievaluasi untuk direvisi," kata Gati di Jakarta, Kamis.
Menurut Gati, standarisasi yang perlu dipenuhi meliputi tiga hal, yakni standar bahan baku, proses produksi dan penulisan simbol SNI pada alat perkakas.
"Penulisan simbol SNI ini penting. Nanti akan dibuat khusus, misalnya tulisannya itu menjorok ke dalam," ungkap Gati.
Gati menambahkan, setelah direvisi, SNI alat perkakas pertanian yang saat ini masih bersifat sukarela, rencananya akan diwajibkan untuk seluruh produk yang beredar di Indonesia.
Namun, ketetapan SNI wajib itu membutuhkan kesiapan dari sisi laboratorium pengujian dan kondisi industri dalam negeri, termasuk IKM.
"Jangan sampai SNI wajib ini justru menyulitkan industri dalam negeri. Kita juga perlu mempersiapkan diri," ungkapnya.
Dalam hal ini, pihak Kemenperin telah melakukan pembinaan bagi IKM alat perkakas pertanian di dalam negeri melalui fasilitas penguatan SDM seperti bimbingan teknis, pendampingan dan sertifikasi.
Selain itu, memberikan bantuan mesin dan peralatan, peningkatan kualitas produk dan pengembangan pasar, penguatan sentra, peningkatan kemampuan UPT, serta penumbuhan wirausaha IKM.
Menurut Gati, maju dan berkembangnya industri alat perkakas pertanian dalam negeri tidak terlepas dari peran dan kerja sama semua pihak, di antaranya pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri baik swasta, BUMN, maupun IKM, asosiasi atau lembaga terkait.
"Untuk itu, Bapak Menteri Perindustrian mengajak kepada semua pihak untuk turut mendukung dan menyukseskan keberadaan industri alat perkakas pertanian dalam negeri dengan mencintai, membeli dan memakai produk alat perkakas pertanian dalam negeri," pungkasnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017