Kemen PPPA: 1.4 juta balita Indonesia telantar

7 Januari 2017 01:58 WIB
Kemen PPPA: 1.4 juta balita Indonesia telantar
Dokumen foto warga mengendong balita saat penyerahan anak adopsi di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Asuhan Anak (UPT UPA) Balita, Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Dinsos Pemprov Jatim), Sidoarjo, Jawa Timur. (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

... pada usia balita, maka anak membutuhkan sangat banyak protein untuk tumbuh kembang."

Yogyakarta (ANTARA News) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sebanyak 1.403.048 anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia masuk kategori telantar.

"Data terakhir Kementerian PPPA mencatat komposisi balita berdasarkan kategori ketelantaran di Indonesia mencapai 1,4 juta balita atau sebesar 5,83 persen dari total 24,07 juta balita," ujar Kepala Biro Perencanaan dan Data Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu saat dihubungi dari Yogyakarta.

Titi menjelaskan, sebagai generasi penerus bangsa, maka keberadaan anak Indonesia perlu mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat umum.

Keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat, menurut dia, juga memiliki andil yang cukup besar terhadap kehidupan tumbuh kembang seorang anak.

Ia menjelaskan, balita telantar adalah anak berumur nol (0) hingga empat (4) tahun yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan balitanya secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial.

"Padahal, perlindungan anak dan balita diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi," katanya.

Ia mengemukakan, terdapat beberapa kriteria ketelantaran pada balita. Pertama, tidak pernah diberi air susu ibu (ASI). Kedua, tidak mempunyai bapak/ibu kandung lagi. Ketiga, frekuensi mengkonsumsi makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu.

Kemudia, menurut dia, hal keempat adalah frekuensi mengonsumsi makanan protein nabati tinggi kurang dari 14 kali, atau makanan protein hewani tinggi kurang dari du kali, atau kombinasi keduanya dalam seminggu.

"Artinya, balita telantar mengonsumsi makanan protein nabati tinggi atau protein hewani tinggi atau kombinasi keduanya dalam seminggu sangat minim. Padahal, pada usia balita, maka anak membutuhkan sangat banyak protein untuk tumbuh kembang," kata Titi.

Hal kelima, dikemukakannya, ibu balita yang bertanggungjawab pada balita tersebut bekerja selama seminggu terakhir.

Dan, ia mengemukakan, hal keenam keterlantaran balita bila dirinya sakit tidak diobati, dan hal ketujuh adalah balita dititipkan/diasuh oleh orang lain, seperti tetangga atau pihak selain orang tuanya.

"Atau malah ditinggal sendiri selama seminggu terakhir. Jika seorang balita memenuhi tiga kriteria di atas atau lebih, maka dia masuk kategori balita telantar," demikian Titi Eko Rahayu.

Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017