DPR : Menhan berhak hentikan kerja sama militer

7 Januari 2017 22:35 WIB
DPR : Menhan berhak hentikan kerja sama militer
Sukamta (fraksidpr.pks.id)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR menilai secara administrasi yang berwenang melakukan atau menghentikan kerja sama militer adalah Menteri Pertahanan.

Hal itu menanggapi kebijakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menangguhkan kerja sama dengan militer Austalian Defence Force, kata anggota Komisi I DPR Sukamta, Sabtu.

"Ya itu kalau kerja sama kan memang secara administrasi Menhan, tetapi yang punya personelkan TNI, tidak masalah secara hukum," kata Sukamta di Jakarta.

Namun menurut Sukamta, hal itu jangan dipertentangkan karena keduanya merupakan institusi yang mengurusi Tentara Nasional Indonesia. Dia mengatakan Panglima TNI pasti sudah koordinasi terkait penangguhan kerja sama.

"Saya kira Panglima TNI sudah berkoordinasi dengan Menhan, karena panglima tidak mungkin membuat langkah yang gegabah. Cuma kalau mau melakukan itu tidak perlu lapor dulu ke masyarakat, itu urusan internal mereka," ujarnya.

Sekretaris Fraksi PKS itu meminta kepada pemerintah Indonesia untuk memaafkan ulah Australia, karena melalui Menteri Pertahanan Australia Marise Payne sudah menyampaikan permohonan maaf dan berjanji akan menginvestigasi adanya oknum yang diduga melecehkan Pancasila dan TNI.

Dia mengatakan Komisi I DPR sebagai mitra kerja TNI dan Menteri Pertahanan akan memanggil keduanya untuk menjelaskan secara rinci apa yang terjadi sebenarnya dengan ADF.

"Saya kira sudah ada permintaan maaf dari pejabat resmi di Australia itu cukup," katanya.

Sukamta mengatakan salah satu agenda Komisi I DPR yang perlu diprioritaskan di awal masa sidang mendatang adalah akan memanggil Panglima TNI dan meminta keterangan persoalan ini supaya jelas duduk persoalannya dan keterangan yang utuh.

Dalam Pasal 16 UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, mengenai Pengelolaan Sistem Pertahanan Negara ayat (4) disebutkan menteri menyusun buku putih pertahanan serta menetapkan kebijakan kerja sama bilateral, regional dan internasional lainnya.

Sebelumnya, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia. Selama ini kerja sama bidang pertahanan antar kedua negara dinilai tidak menguntungkan Indonesia.

"Iya betul menghentikan sementara, bukan memutuskan kerja sama," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Wuryanto, di Jakarta, Rabu (4/1).

Wuryanto mengatakan TNI memutuskan penundaan kerja sama militer dengan Australian Defence Force (ADF) setelah melakukan evaluasi yaitu ada hal teknis yang dianggap tidak menguntungkan TNI.

Dia menjelaskan ada masalah teknis yang harus diperbaiki disempurnakan untuk meningkatkan hubungan kerja sama dan semuanya masih dalam evaluasi perlu adanya penyempurnaan, perlu ada peningkatan sehingga hal-hal teknis itu supaya diperbaiki.

"Intinya kerja sama ini mestinya harus saling menguntungkan, saling memberikan manfaat, saling menghormati dan saling menghargai," katanya.

Dia mengatakan penghentian kerja sama sementara itu meliputi berbagai aspek, di antaranya latihan bersama, pendidikan, tukar menukar perwira, hingga kunjungan antar pejabat.

Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu mengatakan otoritas militer Australia sudah memberikan tindakan tegas terhadap anggota Angkatan Pertahanan Australia yang terlibat kasus pelecehan Pancasila.

Australia sudah tegas terhadap anggota yang melecehkan Pancasila itu. Komandan yang memimpin sekolah bahasa angkatan bersenjata di pangkalan militer, Perth itu sudah diskors," kata Menhan RI di Jakarta, Kamis (5/1).

Sementara itu menurut dia, seorang oknum perwira pertama Australia, yang menyajikan materi pembelajaran mengandung pelecehan terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga telah dikenakan sanksi administratif.

Menurut dia, saat ini penyelidikan tentang kasus pelecehan lambang negara ini masih berlangung dan telah memasuki tahap akhir. Sementara itu Menhan Australia Marise Payne juga telah berkomitmen untuk melakuan penyelidikan hingga tuntas.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017