Siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan, di puncak gunung es itu mereka juga memainkan angklung yang mereka bawa dari Indonesia.
Keberhasilan Tim Wissemu yang beranggotakan dua pendaki perempuan ini terjadi pada pukul 23.48 waktu setempat, Rabu, 4 Januari (pukul 09.48 WIB, Kamis, 5 Januari).
"Keberhasilan mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi di Antarktika merupakan persembahan bagi persatuan bangsa Indonesia," kata salah satu pendaki, Mathilda Dewi Lestari.
Para pendaki mulai menuju puncak dari High Camp pukul 12.00 waktu setempat, 4 Januari 2017, tim harus menempuh jarak 14 kilometer, selama 12 jam pendakian.
Pendakian menuju puncak dari titik terakhir ini pun ditemani juga cuaca cerah namun angin kenjang dan hawa dingin dengan suhu udara mencapai -33 derajat Celcius.
Untuk mencapai puncak Vinson Massif, Tim Wissemu telah melalui perjalanan dan pendakian panjang selama kurang lebih empat hari terhitung sejak 1 Januari 2017.
Sempat singgah dan beristirahat di Low Camp (2.800 mdpl), tim melanjutkan aklimatisasi sekaligus memuat barang dan perlengkapan bawaan ke High Camp (3.770 mdpl) pada esok harinya.
Pendakian menuju High Camp ini tidak mudah, suhu udara selama perjalanan yang mencapai -30 Celcius disertai hujan saju, ditambah dengan elevasi 1.020 m dan kemiringan mencapai 45 derajat memaksa tim harus menggunakan bantuan dan teknik pemakaian tali-temali untuk dapat sampai ke titik ini.
Selain untuk mengejar misi Seven Summits, keberhasilan mencapai Puncak Vinson di benua Antarktika ini merupakan suatu bentuk persembahan dari Mahitala Unpar untuk persatuan Bangsa Indonesia dan untuk seluruh perempuan Indonesia agar selalu berani bermimpi setinggi-tingginya.
Pendakian ini membuat Tim Wissemu tercatat sebagai dua perempuan Indonesia pertama yang menapakkan kakinya di Puncak Gunung Vinson Massif.
Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017