• Beranda
  • Berita
  • Ketua DPP GMNI: empat pilar kebangsaan tak bisa ditawar

Ketua DPP GMNI: empat pilar kebangsaan tak bisa ditawar

12 Januari 2017 21:46 WIB
Ketua DPP GMNI: empat pilar kebangsaan tak bisa ditawar
Ahmad Basarah (Zul Sikumbang)

Jabatan sebagai gubernur dan wakil gubernur bisa saja berubah, begitupun sekretaris daerah. Namun empat pilar kebangsaan bersifat mutlak, tidak bisa ditawar-tawar atau diubah."

Manado (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pengurus Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Ahmad Basarah mengatakan empat pilar kebangsaan tidak bisa ditawar-tawar keberadaanya.

"Empat pilar ini adalah konsensus dasar nilai-nilai luhur bangsa yang bersifat final," kata Basarah pada sosialisasi empat pilar kebangsaan di Manado, Kamis.

Pancasila adalah dasar negara, Undang-undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum negara, negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendorong semangat tidak ingin membentuk negara federal atau bentuk lainnya, sementara Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan negara.

"Jabatan sebagai gubernur dan wakil gubernur bisa saja berubah, begitupun sekretaris daerah. Namun empat pilar kebangsaan bersifat mutlak, tidak bisa ditawar-tawar atau diubah," katanya.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, saat ini tidak ada perasaan anak bangsa yang ketika melihat perkembangan dinamika politik belakangan ini menjadi miris.

Jakarta sebagai barometer politik Indonesia, kata dia, seakan-akan menggambarkan nasionalisme yang mengalami kerusakan di mana ada pihak-pihak yang ingin merobek semangat kebangsaan itu.

"Saya kira tidak ada anak bangsa yang tidak miris. Saya memberikan apresiasi atas respon Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubeernur Steven Kandouw yang telah mengambil ikhtiar politik sebelum ASN menjalankan tugas, seluruh pejabat Pemprov Sulut jalankan tupoksinya terlebih dulu memiliki pondasi ideologi Pancasila yang jadi dasar pijakan atau bintang pendukung," katanya.

Sosialisasi empat pilar kebangsaan bagi aparatur sipil negara saat ini di Sulawesi Utara, kata dia, adalah yang pertama di dilakukan di Indonesia.

"Di era reformasi ini tidak ada satupun lembaga yang bertanggung jawab melakukan sosialisasi membangun mental ideologi bangsa, sehingga masing-masing menterjemahkannya sesuai dengan pemahamannya," katanya.

Setiap warga negara Indonesia, kata dia, wajib hukumnya menjaga kemerdekaan Indonesia.

"Saya optimistis ASN di Sulut memiliki nasionalisme tinggi dalam mempertahankan pancasila sebagai dasar negara," katanya.

Pewarta: Karel A Polakitan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017