"Suka atau tidak suka harus segera direalisasi proyek (PLTGU Jawa 1) tersebut. Pembatalan akan berimplikasi panjang," kata Ahmad Redi di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan bahwa jika sebuah proyek sudah ada pemenangnya maka langkah selanjutnya konsorsium pemenang proyek tersebut punya hak untuk memperoleh pasokan LNG sebagai syarat agar proyek tersebut bankable.
"Bisa saja PLN membatalkan tender ini jika menemukan indikasi atau hal-hal yang cacat dalam proses tender, namun pembatalan tersebut harus lewat pengadilan," ujar pengajar Universitas Tarumanagara itu.
Redi menyatakan, jika dicermati isu-isu yang berkembang di publik tentang megaproyek PLTGU Jawa I tersebut, ada dua yakni terkait bankability dan isu teknis komersial yang tidak kunjung disepakati meskipun sudah melewati tenggat waktunya pada pertengahan Desember 2016 lalu.
Menurut dia hal-hal tersebut harus segera diselesaikan, nantinya dalam penandatanganan PPA , harus lebih diteliti poin-poin persyaratan penting yang dalam tender sebelumnya dirasa masih mengganjal.
"Karena jaminan pasokan LNG itu menjadi syarat penting, harus disepakati lagi," ujarnya.
Dia menilai, untuk sebuah tender bernilai Rp26 triliun patut disayangkan hal-hal yang bersifat fundamental tersebut mestinya tak terjadi. PLN dan konsultan independennya kini perlu menyiapkan dokumen tender yang memenuhi semangat berbisnis yang sehat, profesional, dan berimbang.
Redi memandang, dalam kasus ini, renegosiasi tampaknya perlu dilakukan. Ia yakin Pertamina akan mampu mengelola para mitranya untuk menjaga komitmen agar proyek PLTGU Jawa1 tetap berjalan. "Ya bisa dibilang Pertamina bisa menjadi penyelamat proyek ini," ucapnya.
Ia juga yakin, sebagai perusahaan besar, Pertamina beserta konsorsiumnya bisa menyelesaikan megaproyek tersebut jika semua persyaratan telah lengkap.
(T.S025/B012)
Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017