Magelang, Jawa Tengah (ANTARA News) - Sesepuh TNI, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sayidiman Suryohadiprojo (89), mengatakan, para taruna Akademi Militer, Akademi TNI AL, Akademi TNI AU, dan Akademi Kepolisian merupakan pembela dan pendukung Pancasila.
"Di antara pembela dan pendukung Pancasila, saya yakin TNI mempunyai tempat utama, maka dengan sendirinya para taruna memegang peran yang penting," katanya, usai mengikuti upacara Hari Bakti Taruna di Kampus Akademi Militer, Magelang, Rabu.
Hari Bakti Taruna diperingati sebagai penghormatan dari perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga para kadet Akademi Militer di Tangerang, Banten, pada 25 Januari 1946.
Saat itu puluhan taruna Akademi Militer Tangerang yang dipimpin Mayor Daan Mogot, bersama Letnan Soetopo, Letnan Soebianto Djojokoesoemo (paman kandung dari Prabowo Soebianto) mendatangi pos militer tentara Kekaisaran Jepang, di Desa Lengkong, Tangerang.
Misinya melucuti persenjataan mereka dan menahan mereka karena Indonesia telah merdeka. Semula misi itu berjalan baik sampai akhirnya terjadi pertempuran tidak imbang yang menewaskan para kusuma bangsa itu.
Itulah yang kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Lengkong dan sejak 1993 didirikan Monumen Peristiwa Lengkong. Pada 2005, Kepala Staf TNI AD (saat itu), Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, menetapkan 25 Januari 1946 --Peristiwa Lengkong-- sebagai Hari Bakti Taruna. Desa Lengkong terletak di dekat Jalan Raya Daan Mogot, di kilometer 24,5.
Mantan wakil kepala staf TNI AD ini menuturkan, penting untuk memotivasi para taruna, karena negeri ini sedang dalam kondisi ketidakpastian, oleh karena itu banyak tergantung pada keteguhan hati para penbela dan pendukung Pancasila.
Mantan gubernur Lemhanas ini mengatakan telah menyampaikan kepada para taruna Akademi Militer, apa saja yang perlu mereka senantiasa jaga dan pelihara seperti isi Sapta Marga.
"Antara lain adalah kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. Kami patriot Indonesia pembela serta pendukung idiologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah," kata dia.
"Hal ini penting sekali dan ideologi negara adalah Pancasila. Hal itu yang saya tekankan untuk diperhatikan dan tentu apa yang mereka rajin lakukan yaitu menyanyikan lagu hymne taruna biar badan hancur lebur kita akan bertempur, artinya kesediaan untuk pengorbanan," katanya.
Salah satu lulusan terbaik Akademi Militer Yogyakarta pada 1948 ini menuturkan sebagai taruna Akadem Militer merupakan jago pembela rakyat Indonesia yang senantiasa dekat dengan rakyat, sebagaimana sekarang sudah dibuktikan TNI AD membantu petani dengan melaksnaakan pertanian supaya ketahanan pangan Indonesia bisa tercapai.
Gubernur Akademi Militer, Mayor Jenderal TNI Arif Rahman, dalam sambutan tertulis yang disampaiakan Inspektur Akademi Militer, Kolonel Artileri Pertahanan Udara Hardi Ariyanto, mengatakan jika menengok perjalanan sejarah perjuangan bangsa.
Khususnya pada periode pascakemerdekaan, dapat diketahui bahwa hampir seluruh bumi pertiwi ini, perjuangan bersenjata telah dikobarkan dan dilakukan para pemuda Indonesia.
Ia mengatakan semangat dan tekad serupa juga telah dibuktikan para cadet/taruna Militaire Academie dan sekolah-sekolah perwira militer yang ada di seluruh Indonesia pada periode 1945-1958, di mana pada waktu itu karena situasi menuntut para cadet ikut diterjunkan dalam pertempuran fisik melawan pasukan Belanda maupun pasukan Jepang.
Ia menuturkan tidak semua Akademi Militer di dunia ini yang tarunanya ikut melakukan tugas pertempuran pada saat masih berstatus sebagai taruna sehingga hal ini harus menjadi kebanggaan para taruna/taruni dan patut dicatat dalam sejarah dengtan tinta emas.
"Hikmah yang dapat diambil para taruna/taruni dari peristiwa pertempuran pascakemerdekaan itu adalah semangat patriotisme yang dikobarkan dan semangat pantang menyerah yang yang ditunjukkan taruna/cadet Militaire Academie dalam mempertahankan Negara Indonesia harus mengorbankan jiwa dan raga," katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017