Banjarmaisn (ANTARA News) - Kebijakan pengelola televisi swasta nasional tampaknya belum memihak pada upaya mencerdaskan bangsa, terbukti porsi siaran pendidikan yang mereka berikan sangat kecil.
Aktivis pemantauan dan pengawas media tv dari Bandung TV Watch, Didin Sabaruddin, mengungkapkan, berdasarkan hasil pantauan sementara dari seluruh siaran atau tayangan televisi, persentase pendidikan paling kecil, seperti dilaporkan dari Banjarmasin, Senin.
Dari ujicoba siara Bandung TV Watch selama sepekan dengan pengelompokan bidang pendidikan, hiburan dan informasi.
"Dari hasil ujicoba pemantauan itu, ternyata secara persentasi, pendidikan hanya 6%, informasi 27% dan yang terbesar hiburan yaitu 67%," ungkapnya.
Oleh karenanya, aktivis pemantau media tersebut mempertanyakan, dari persentase itu, mau di kemanakan arah generasi bangsa Indonesia serta visi dan missi televisi maunya apa.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat melek media bersama media watch agar tak mudah terbawa arus yang tidak diinginkan dalam upaya mempersiapkan, serta pembinaan dan peningkatan generasi bangsa mendatang ke arah yang lebih positif.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pemantau Media, Ir. Kisman Pangeran dari Bogor Jabar, menyatakan, masyarakat jangan berharap banyak terhadap Dewan Pers bilamana terjadi penyimpangan atau hal-hal yang tidak pada sewajarnya dilakukan media massa, seperti media cetak dan radio serta televisi.
"Karena pengaduan atau laporan masyarakat itu hanya sebatas pengaduan atau laporan, kalau toh ditindaklanjuti oleh Dewan Pers. Dewan Pers tak bisa menindak, karena tidak punyan kekuatan apa-apa, kecuali hanya sebatas rekomendasi," tuturnya.
Sementara rekomendasi itu akan bermakna manakala mendapat respon positif dari pejabat instansi terkait atau berwenang, tapi kini tak ada lagi pemaksaan seperti tempi dulu terkecuali melalui jalur hukum, lanjutnya.
Begitu pula Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di daerah-daerah selama ini tak bisa berbuat banyak dan bertindak terhadap perilakukan penyiaran di televisi, serta radio yang tak lagi mengindahkan etika profesi.
"Nasib KPI/KPID dan Dewan Pers kelihatannya sama, hanya yang beda mungkin pengajian, tapi tak ada kewenangan untuk melakukan tindakan," tandasnya.
Oleh sebab itu keberadaan Media Watch diharapkan menjadi kekuatan yang dapat mendorong Dewan Pers dan KPI/KPID dalam mengambil langkah atau aksi terhadap media yang tak lagi mengindahkan etika profesi tersebut, demikian Kisman.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007