Mereka menuntut agar lembaga dunia tersebut segera menempatkan mereka ke negara ketiga karena sudah lama nasibnya terkatung-katung di Indonesia.
"Sudah tiga setengah tahun lebih saya terkatung-katung di Indonesia," ujar Mohamed Hussein, pengungsi asal Afghanistan, yang selama ini tinggal di kamp penampungan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Ia bersama puluhan rekannya mendatangi kantor perwakilan UNHCR di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan tuntutan tersebut.
"Kami butuh manajer (UNHCR) datang kemari. Kami butuh bicara. Kami butuh bicara di depan kamera," ujar seorang orator berkebangsaan Afghanistan di depan pintu gerbang Menara Ravindo yang merupakan tempat perwakilan UNHCR berkantor.
Para pengunjuk rasa yang rata-rata berusia remaja dan menginjakkan kakinya di Indonesia setelah melakukan pelayaran berbahaya dengan perahu kayu itu meneriakkkan yel-yel, "Kami bukan teroris. Kami bisa bekerja. Segera proses kami! Selamatkan jiwa kami!"
Selain yel-yel dan orasi yang sesekali menggunakan bahasa Afghanistan, para pengunjuk rasa juga membawa pamflet, salah satunya berisi tulisan mendesak kepada UNHCR untuk bertindak adil dalam memroses mereka.
Seorang pria yang mengenakan kaus bertuliskan UNHCR tampak mengawasi para pengunjuk rasa dari balik pintu gerbang gedung bertingkat yang lokasinya tidak jauh dari perempatan Jalan KH Agus Salim yang padat kendaraan itu.
Meskipun unjuk rasa berlangsung aman dan terkendali, beberapa petugas kepolisian tampak berjaga-jaga di sekitar gedung Menara Ravindo.
Arus lalu lintas dari arah Tanah Abang, Jalan MH Thamrin, Jalan KH Agus Salim, dan Jalan Medan Merdeka Selatan menuju Jalan Kebon Sirih Raya sempat tersendat walaupun pengunjuk rasa tidak sampai meluber ke jalan raya.
Hampir setiap malam, kawasan Kebon Sirih selalu ramai oleh para pengungsi dari Afghanistan, Somalia, Sudan, Iran, Irak, Suriah, dan sejumlah negara konflik lainnya yang menginginkan kehidupan layak di negara tujuan, terutama Australia.
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017