"Kita bisa melihat sekarang dicemari oleh munculnya berita-berita hoax (bohong). Para wartawan mencoba melawan ini, tetapi fakta kebenaran yang diungkapkan oleh media arus utama tertutup oleh berbagai berita hoax," kata Yosep, pada Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-72, Kamis, di Ambon.
Menurut dia, kalau dicermati hampir dua setengah tahun terakhir ini, marak bermunculan berita-berita hoax. Berita ini bukan semata-mata berita bohongan tetapi juga menebar kebencian, prasangka, suku, agama, rasa antargolongan, fitnah dan juga ketidakpercayaan, kepada badan-badan publik.
"Kita tahu menjelang Pilkada serentak 2017, fenomena ini semakin menguat di berbagai tempat. Ada banyak berita hoax yang diproduksi oleh situs-situs yang mengaku sebagai situs berita, dan kemudian dikutip dan disebarluaskan melalui berbagai media sosial," ungkapnya.
Ia mengakui, masyarakat sulit untuk membedakan mana berita yang benar dan mana berita hoax. Media sosial yang tadinya berfungsi untuk merawat silaturahim, memperbarui status, atau membagi kenangan lama, kini berubah menjadi ajang untuk menyampaikan sikap politik, keberpihakan, kebencian dan permusuhan.
"Memang wabah informasi hoax, bukan monopoli Indonesia semata, tetapi fenomena hoax juga terjadi di Jerman, Amerika Serikat, dan sejumlah negara-negara Eropa," kata Yosep.
Berita-berita hoax, lanjutnya, telah menyita perhatian dunia. Di Indonesia, belakangan ini berita hoax telah memantik gejolak sosial yang bukan tidak mungkin bisa berujung pada aksi kekerasan.
"Ada banyak orang menjadi korban informasi hoax di dunia maya, bisa jadi berita dianggap benar justru sebetulnya adalah berita hoax. Masyarakat pers tentu saja tidak akan membiarkan hal ini terus terjadi, karena yang paling dirugikan adalah hak publik atas informasi yang benar," tandasnya.
Karena itu, otoritas kebenaran faktual harus dikembalikan kepada media arus utama. Nilai-nilai luhur profesi jurnalis, harus dikembalikan kepada wartawan yang memiliki kompetensi dan meningikatkan diri kepada nilai-nilai dan etik profesi.
"Pers nasional adalah wahana komunikasi masa, penyebar informasi, dan pembentuk opini, harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak kewajiban dan perananya dengan sebaik-baiknya, sebagai watchdog berdasarkan asas kemerdekaan pers yang profesional," kata Yosep.
Selanjutnya, dalam menjalankan profesi, wartawan Indonesia harus bekerja berlandaskan moral dan etika profesi, yang tidak lain adalah kode etik jurnalistik.
Karena itu, dalam rangka mewujudkan pers profesional yang dapat menjadi pilar ke-4 demokrasi, Dewan Pers mendorong proses verfikasi dan pelaksanaannya akan dibantu oleh Serikat Perusahaan Pers.
Verifikasi perusahaan pers yang dilaksanakan oleh Dewan Pers, merupakan bagian dari proses pendataan perusahaan pers, sebagaimana diamanatkan pasal 15 ayat 2 g Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Verifikasi dilakukan dengan mengacu pada empat peraturan Dewan Pers, yang telah diratifikasi oleh sebagian besar pemilik dan pemimpin perusahaan, dalam Piagam Palembang 9 Februari 2010.
"Empat peraturan tersebut adalah terkait, kode etik jurnalistik, standar perusahaan pers, standar kompetensi wartawan dan standar perlindungan wartawan," ujarnya.
Yosep juga melaporkan kepada Presiden Joko Widodo, bahwa Dewan Pers telah melakukan verifikasi awal, dengan memprioritaskan pada media-media yang telah menandatangani dan mendeklarasikan Piagam Palembang 2010, bahwa sampai dengan pukul 16.00 Wib, pada 6 Februari 2017, sudah ada 77 perusahaan pers yang telah berhasil diverifikasi Dewan Pers.
"Ini baru sebuah Kick Off Dewan Pers, akan meneruskan proses verifikasi hingga sampai semua perusahaan pers tinggal dua tahun ke depan," katanya.
Selain itu, Dewan pers juga sudah berhasil menyusun laporan terkait dengan indeks kemerdekaan pers di 24 provinsi.
Tahun ini, kami akan menyusun indeks di 32 provinsi yang nanti mungkin bisa menjadi bahan evaluasi yang dikaitkan juga dengan indeks, demokrasi di Indonesia.
"Hari pers nasional kali ini, adalah sebuah kesempatan besar untuk kita semua bersama-sama mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada berita-berita yang benar, salah satunya adalah mengembalikan otoritas kebenaran faktual pada media arus utama dan mengembalikan kepercayaan publik kepada profesi jurnalis," ujar Yosep.
Karena itu, Dewan pers, setelah memproses verifikasi akan memberikan logo bercode yaitu bisa difoto pada smartphone dan LinkUp dengan data yang ada di Dewan Pers, untuk mengecek media benar atau media yang belum terverifikasi.
(T.KR-IVA/N004)
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017