Berawal dari pengaduan tak sengaja Riris soal kartu ATM-nya yang hilang, kisah asmara dua insan beda profesi itu pun dimulai. "Februari 2015-an awal. Waktu itu habis main sama teman-teman di belakang kantorku, di gedung...(sebuah kantor kementerian). Aku baru sadar kartu ATM ku hilang. Sebelum berangkat aku nyabut ATM lalu habis itu tuh ketelen, jatuh atau apa. Itu yang aku enggak inget. Akhirnya nyari ke rute yang awal," tutur dia kepada ANTARA News di Jakarta.
Di tengah kebingungan harus melakukan apa, Riris memutuskan bertanya pada petugas yang tengah berjaga di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat kala itu. Sang petugas --yang tak lain suaminya kini itu--menyarankan Riris melapor kasus kehilangan itu ke pihak berwajib di kawasan Gambir.
"Katanya kalau kehilangan harus pakai surat kehilangan, kecuali kalau tahu kalau ketelen, langsung ke bank. Karena aku enggak tahu ngurusnya gimana, akhirnya aku nanya ke bapak-bapak yang menjaga Kedubes AS. Pokoknya ada bapak-bapak polisi, nanya sama dia," tutur dia.
Keesokan harinya, saat jam makan siang, Riris bertegur sapa kembali dengan Ronald yang masih bertugas di lokasi pertemuan awal mereka. Perbincangan renyah pun mengalir. Ronald kala itu bahkan sempat meminjam charger milik Riris.
"Ternyata kami sekampung, kalau ngobrolin sesuatu yang menyangkut kampung halaman, kayaknya orang itu jadi gimana gitu, ada semacam kedekatan. Orang daerah Magetan," tutur Riris.
"Aku sejujurnya bukan seorang yang suka sama tipikal polisi, tentara. Orangnya kayaknya kaku. Dia ternyata kesan pertamaku itu kayaknya kalau diajak ngobrol merendah. Sebelumnya belum pernah bertemu yang seperti itu," sambung dia. Sekalipun tak intensif, mereka beberapa kali berkomunikasi melalui pesan elektronik, saling memberi kabar hingga meminta-memberi bantuan.
"Kita mulai dekat Idul Adha 2015. Dari situ kita intens komunikasi. Chat-chat biasa. Paling aku minta tolong antar ke daerah yang aku enggak tahu," tutur Riris. Akhir November, tak terduga Ronald mengakui isi hatinya pada Riris via telepon. Mendengar pengakuan itu, Riris mengaku kaget.
"Aku kaget, masih bingung. Aku bilang, ini serius? Kalau suka beneran ngomong langsung, enak aja via telpon. Aku suka dan mungkin dia orang pertama yang aku suka dan dia suka aku juga. Biasanya kan mencintai karena dicintai. Sama-sama ga peka, pasif, dan gengsi," tutur Riris.
Berpisah tujuh bulan sepuluh hari Satu bulan menjalin kasih, Ronald yang merupakan anggota tim Gegana mendapat penugasan ke wilayah Poso selama dua bulan, memburu Santoso dan kelompoknya. Mendengar kabar penugasan itu, hati Riris sontak tak menentu. Hati kecilnya mengatakan tak ingin berpacaran jarak jauh.
"Januari. Dia bilang, dipanggil mau disuruh tugas ke Poso. Aku baru denger kata Poso, kebayang jauhnya, histeris duluan. Aku enggak mau LDR. Aku mau dia di sini," kata Riris. Selama dua bulan pertama, mereka harus mengalami sulitnya berkomunikasi karena sinyal yang "merem-melek".
"Ditinggal dua bulan. Itu enggak ada sinyal di sana. Bisa SMS sudah syukur Alhamdulillah. Baru dua jam baru dapat sinyal. Kadang-kadang dia harus naik pohon untuk dapat sinyal," tutur Riris.
Menjelang kepulangan, Ronald mendapat tambahan masa tugas selama dua bulan. Mengetahui itu, Riris spontan menangis. Tak sampai di situ, penugasan Ronald kembali diperpanjang total 7 bulan lamanya.
"Jadi 7 bulan. Nambah 10 hari dari perjanjian. Aku berasa sudah mau putus," tutur lulusan ISI Yogkakarta itu. "Alasan bertahan karena orangtua. Yang menguatkan. Ada hikmah di balik semua, aku LDR menghindarkan hal-hal yang enggak diinginkan," imbuh dia.
Pertengahan Agustus 2016, mereka melangsungkan lamaran dan pada 9 November 2016 mereka akhirnya resmi menjadi pasangan suami isteri. "Acara di tempatku akad nikah, 9 November dan 12 November (resepsi) dan di rumah dia (suami), 13 November. Aku sampai masuk angin," kata Riris.
Sembari tersenyum dia bergumam, impiannya bisa menghabiskan sisa hidup bersama pria berpostur tinggi dan berbadan kurus tercapai sudah. Riris mengaku bersyukur.
"Aku suka tipikal cowok tinggi kurus. Terpenuhi di dia (tinggi 178 cm). Kalem, sabar. Kalau ngomong dia coolong down. Meredam, mengimbangi," pungkas perempuan yang kini bekerja di sebuah kantor kementerian itu.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017