• Beranda
  • Berita
  • Warga Surabaya diminta tetap waspada demam berdarah

Warga Surabaya diminta tetap waspada demam berdarah

16 Februari 2017 20:05 WIB
Warga Surabaya diminta tetap waspada demam berdarah
DBD Meluas Di Aceh. Anak-anak korban Demam Berdarah Dengue (DBD) menjalani perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Minggu (27/3/2016). Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) merilis sejak Januari 2016 sebanyak 53 warga mayoritas anak anak terjangkit DBD, sementara kawasan endemis DBD terus meluas ke empat kecamatan di kota itu. (ANTARA FOTO/Rahmad)
Surabaya (ANTARA News) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya meminta warga tetap mewaspadai mewabahnya penyakit demam berdarah di sejumlah kawasan pada saat memasuki musim pancaroba.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita, di Surabaya, Kamis, mengatakan meski awal tahun ini jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) menurun dibandingkan dengan tahun lalu, pihaknya tetap melakukan beberapa antisipasi.

"Sejak awal tahun sampai saat ini, sudah ada 27 orang yang terserang DBD," katanya.

Menurut dia, angka tersebut turun drastis dari tahun lalu di bulan yang sama, yang hanya kurang lebih sekitar 50 orang. "Dibanding tahun lalu sudah sangat rendah, 27 banding 50, ini kan hampir separuh penurunannya," katanya.

Ia menjelaskan penurunan angka pengidap DBD ini karena kesadaran masyarakat terhadap nyamuk mematikan ini sudah tinggi. Setiap hari jumat, warga melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pemeriksaan jentik.

"Semua kelurahan dan kecamatan serentak melakukan setiap pekan. Termasuk juga di institusi dan sekolah, ini kita lakukan rutin bersama warga Surabaya," katanya.

Meski begitu, ia meminta warga Surabaya menjaga kondisi tubuh, termasuk pola makan, perilaku hidup bersih dan sehat, serta makanan yang dikonsumsi adalah makanan sehat. Terpenting tidak boleh mengonsumsi makanan yang berlemak.

Disinggung soal rencana fogging atau pengasapan untuk pemberantasan jentik nyamuk di semua kawasan di Surabaya, ia mengaku tidak perlu, kecuali di lokasi tersebut ada penderita DBD.

"Maksudnya ketika di area tersebut ditemukan jentik, maka baru kita lakukan fogging, jadi fogging ini dilakukan setelah dipastikan penularan DBD di daerah tersebut," katanya.

Ia menegaskan foggingisasi tidak sembarang dilakukan, sebab fogging sangat resisten terhadap kesehatan, termasuk dapat mengganggu pernafasan. "Kan kita harus memastikan, orang ini terjangkit dimana, bisa jadi bukan di rumah, bisa di sekolah kalau siswa, atau justru di tempat kerja," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017