• Beranda
  • Berita
  • AISI pertanyakan korelasi barbuk kasus kartel Yamaha-Honda

AISI pertanyakan korelasi barbuk kasus kartel Yamaha-Honda

22 Februari 2017 18:07 WIB
AISI pertanyakan korelasi barbuk kasus kartel Yamaha-Honda
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata, mempertanyakan tiga barang bukti yang dijadikan dasar putusan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus dugaan kartel dan persekongkolan pengaturan harga skutik 110-125 cc oleh PT Yamaha Indonesia Motor Manufactoring dan PT Astra Honda Motor.

"Memang betul ada tiga bukti itu, memang ada pertemuan di lapangan golf, juga ada email, tetapi apakah bukti itu memenuhi unsur persekongkolan pengaturan yang melawan UU Persaingan Usaha, saya pikir tidak. Tidak bisa dengan demikian saja dikatakan pelanggaran," kata Gunadi ketika dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, KPPU memutuskan bahwa Yamaha dan Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dijatuhi denda Rp25 miliar untuk Yamaha dan Rp22,5 mliar untuk Honda.

Terkati dengan barang bukti berupa email, Gunadi menilai hal itu justru sebagai email internal yang wajar dilakukan sebagai bagian dari manajemen perusahaan menghadapi persaingan usaha, dalam hal ini di sektor sepeda motor.

"Email itu konteksnya apa? Apakah email itu dipertukarkan di antara Yamaha dan Honda, itu terjadi tidak? Ternyata tidak kan. Itu adalah email internal," kata Gunadi.

"Kalau memang email itu email internal dan atasan memberikan peringatan kepada bawahan untuk mengambil tindakan memperhatikan sepak terjang dari pesaing, itu artinya langkah manajemen yang bagus, dia melaksanakan tugas yan tepat," ujarnya menambahkan.

Sementara terkait pertemuan di lapangan golf yang juga menjadi salah satu pertimbangan KPPU mengambil putusan, Gunadi meyakini hal itu wajar dilakukan antara sesama pebisnis.

"Lapangan gol itu tempat terbuka kan, semua orang bisa masuk. Maksud saya kalau sampai bertemu dan tanya kondisi pasar kan normal, boleh saja kan. Sama halnya ketika kita bertemu teman dan menanyakan keadaan istri dan keluarga, apakah itu berarti kita ikut campur tangan? Kan tidak," ujar Gunadi.


Yamaha-Honda pesaing sengit

Di sisi lain, Gunadi juga mengingatkan bahwa sulit membayangkan Yamaha dan Honda melakukan persekongkolan baik itu dalam menentukan harga maupun memperbaiki pangsa pasar masing-masing.

"Yamaha dan Honda itu dulu mempunyai besaran pangsa pasar yang hampir sama. Akhirnya belakangan Yamaha tergerus kenapa? Itu karena terjadi persaingan," kata Gunadi.

Terlebih lagi, lanjut Gunadi, KPPU menjatuhkan putusan itu terhadap persekongkolan penjualan skutik 110-125 cc yang menurutnya hanya sebesar 10 persen dari pasar sepeda motor nasional.

"Kalau mereka mau bersekongkol, sekongkol saja semuanya," kata Gunadi.

"Lantas kemudian apakah berkat persekongkolan itu, Yamaha bisa naik pangsa pasarnya? Tidak juga. Dari situ pun kemudian bisa diputar balik apakah mereka mau melakukan persekongkolan mengatur harga yang di ujungnya tidak memiliki manfaat terhadap pengembangan pangsa pasar mereka sendiri, malah tergerus," tutur Gunadi menambahkan.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017