Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi mengatakan dengan selesainya pembangunan Kilang Tuban pada 2021 dan Kilang Bontang pada 2023, setidaknya ada 250 insinyur yang harus direkrut setiap tahunnya.
"Dengan munculnya proyek-proyek strategis pada 2023, kebutuhan manskill power akan naik dengan excessive. Dari dua proyek itu saja, Tuban dan Bontang setidaknya ada 3.200 tenaga kerja, sekitar 40 persennya atau 1.300-an dari engineer S1," kata Rachmad pada konferensi pers "Project Expose GRR Bontang" di Jakarta, Selasa (28/2) malam.
Rachmad memaparkan 40 persen tenaga kerja yang dibutuhkan berasal dari lulusan sarjana teknik, sedangkan 60 persen sisanya dari D3 dan strata SMA/SMK untuk operator teknisi.
"Kalau sekitar 3.200 orang, ada 1.300an engineer dalam waktu lima tahun ke depan. Jadi setiap tahun saya harus merekrut 250 engineer," ungkap Rachmad.
Selain itu, pekerjaan fisik selama tiga tahun pembangunan akan melibatkan hingga 45.000 pekerja kontrak di lapangan, bahkan Rachmad memproyeksikan efek ganda "multiplier effect" dari dua kilang baru ini lima sampai enam kali lipat.
Menurut dia, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) akan sangat diperhatikan mengingat kedua proyek kilang strategis ini merupakan penugasan dari pemerintah kepada Pertamina.
"Dengan adanya proyek strategis, industri dalam negeri bisa berkontribusi dan berinteraksi sehingga benar-benar menggairahkan ekonomi Indonesia. Dari 45 ribu pekerja itu, ada multiplier effect lima sampai enam kali lipat," kata dia.
Dari enam proyek kilang yang sedang dikerjakan, yakni empat pengembangan kilang yang ada "Refinery Development Master Plan" (RDMP) dan pembangunan dua kilang baru "New Grass Root Refinery" (NGRR), total kapasitas minyak dalam negeri akan bertambah dari 1 juta barel per hari (bph) menjadi 2,2 juta bph pada 2023.
Dengan demikian, Indonesia diharapkan terbebas dari impor pada 2023 setelah Kilang Bontang selesai pembangunannya.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017