Direktur Utama BSM Agus Sudiarto dalam paparan kinerja di Jakarta, Rabu, mengatakan laba bersih tumbuh karena membaiknya aktiva produktif serta melejitnya pendapatan bersih.
Penopang laba lainnya adalah penghematan biaya operasional (overhead) serta biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) karena membaiknya rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF).
"Total pendapatan bersih BSM per Desember 2016 naik sebesar 12,72 persen menjadi Rp4,9 triliun dari semula Rp4,4 triliun per Desember 2015," kata Agus.
NPF BSM turun dari 4,1 persen pada Desember 2015 menjadi 3,1 persen secara net pada Desember 2016 dan secara "gross", dari 6,1 persen menjadi 4,9 persen per Desember 2016
"Kita kumpulkan juga recovery ex write off termasuk marjin per Desember 2016 sebesar Rp537 miliar," ujar Agus
Pertumbuhan pendapatan BSM juga didorong oleh naiknya pembiayaan BSM sebesar 8,8 persen dari Rp51,1 persen menjadi Rp55,6 triliun per Desember 2016.
Sedangkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) BSM tumbuh 12,62 persen menjadi Rp69,9 triliun pada Desember 2016.
"Sekitar 49,58 persen atau Rp34,7 triliun dari total DPK adalah dana murah," ungkap Agus.
Dengan perolehan pembiayaan dan DPK tersebut, BSM mencatat kenaikan aset 12,03 persen menjadi Rp78,8 triliun pada Desember 2016.
Untuk efisiensi, BSM juga menurunkan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) menjadi 94,12 persen per Desember 2016 dibanding 94,78 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kemudian, rasio pendapatan terhadap biaya (Cost to Income Ratio) turun menjadi 61,19 persen dibandingkan Desember 2015 sebesar 61,77 persen.
Adapun permodalan BSM terlihat dari rasio kecukupan modal inti (capital adequacy ratio/CAR) per Desember 2016 sebesar 14,01 persen, meningkat dari 12,85 persen dibandingkan Desember 2015.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017