"Sampah organik kami manfaatkan sebagai media tumbuh kembang larva lalat Black Sodier Fly (BSF) yang menjadi komponen utama pembuatan pelet ikan sebagai pakan ikan," kata koordinator kelompok mahasiswa Ika Bayu Kartikasari di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, lalat BSF memiliki keistimewaan yakni tidak membawa kuman penyakit. Tidak seperti lalat-lalat lainnya, yang apabila pernah hinggap di sampah kemudian hinggap di makanan seseorang maka dapat menyebabkan penyakit.
"Lalat BSF itu larvanya sangat rakus dalam mengurai aneka sampah organik seperti sampah rumah tangga, sisa nasi, sisa sayuran hingga daun-daunan kering," katanya.
Setelah melaksanakan tugasnya mengurai sampah, kata dia, larva lalat selanjutnya dipanen sebagai bahan pembuatan pelet. Jadi, tidak hanya volume sampah yang berkurang tetapi juga menghasilkan bahan pembuat pelet yang berprotein tinggi.
Anggota kelompok mahasiswa Siti Hariyati mengataka bahwa untuk membuat lalat BSF mau hinggap dan bertelur di sampah organik, ada trik-trik tersendiri. Sampah organik harus diisolasi terlebih dahulu agar tidak ada jenis lalat lain yang hinggap di sana.
Kemudian baru ditempatkan beberapa indukan lalat BSF di sampah organik tersebut. Ketika lalat BSF telah hinggap di suatu media maka dipastikan lalat-lalat yang lain tidak akan hinggap di media tersebut.
Hal itu terjadi karena media tersebut sudah menjadi daerah teritorialnya lalat BSF. Setelah itu akan bermunculan larva yang memakan sampah.
"Larva yang berkembang hingga fase Pre Pupa dianggap sudah layak panen karena memiliki tekstur belum terlalu keras dan memiliki protein yang besar," katanya.
Anggota lainnya Fatma Wahyu mengatakan larva lalat BSF dikenal sebagai salah satu serangga yang berprotein tinggi sehingga sangat baik sebagai sumber pakan ternak, baik unggas maupun ikan.
Selain bergizi tinggi, larva lalat yang merupakan bahan organik juga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk mengolah larva lalat menjadi pelet ikan perlu melalui tahapan khusus.
Pada tahap awal, larva yang telah memasuki fase Pre Pupa dipisahkan dari larva lainnya. Larva tersebut kemudian dimatikan dengan cara dioven sampai kering dan dijadikan serbuk.
Proses selanjutnya adalah mencampur serbuk larva bersama dengan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk membuat pelet seperti dedak, bekatul, air, dan tepung kanji.
"Setelah tercampur dengan baik, menurut dia, kemudian dicetak, dikeringkan, dan dibentuk menjadi ukuran standar pelet pakan ikan. Pelet yang sudah kering siap ditabur di kolam-kolam ikan," katanya.
Produk pelet ikan berprotein tinggi itu meraih juara III dalam kompetisi kewirausahaan "UTU Awards" yang diselenggarakan Universitas Teuku Umar (UTU) di Meulaboh, Aceh.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017