Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan masih menemukan "mark down" atau manipulasi ukuran kapal penangkap ikan yang tidak sesuai dengan keterangan yang tertera dalam Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan (SIKPI).Kapal eks-asing memang sudah kita hentikan semua, kita musnahkan. Tapi yang namanya kejahatan atau kecurangan, selalu menemukan celah-celah."
Menteri Susi dalam rilis di Jakarta, Jumat, mencurigai masih banyak kecurangan "mark down" ukuran kapal terjadi di Pelabuhan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara.
Hal tersebut setelah Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan inspeksi mendadak di pelabuhan tersebut, Kamis (2/3) pagi.
Di lokasi sidak, Menteri Susi yang didampingi Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja, dan Ketua Tim Satgas 115 Mas Achmad Santosa, serta Kepala Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Jakarta Pung Nugroho Saksono, segera menghampiri Awak Kapal Perikanan kapal KM Sido Tambah Santoso 01 yang terjaring sidak.
Nahkoda kapal tersebut, Joko Purwanto, menjawab tidak tahu ketika Menteri Susi menanyakan buatan mana kapal tersebut.
Menteri Susi juga mengatakan, KM Sido Tambah Santoso 01 yang menangkap cakalang dan baby tuna tersebut sudah melakukan kecurangan dengan manipulasi ukuran gross tonnage kapal untuk menghindari pajak.
Pada badan kapal tertulis 97 GT, namun setelah dilakukan pengukuran ulang, ternyata kapal tersebut berukuran 195 GT.
Untuk itu, Susi juga meminta PSDKP segera melakukan investigasi untuk mengungkap siapa aktor di balik kecurangan itu dan menegaskan bahwa kecurangan tersebut telah merugikan negara dengan mengurangi pemasukan pajak.
Sementara itu, Pung Nugroho mencurigai adanya keterlibatan asing dalam kecurangan ini melalui permodalan. Modusnya, menurut dia, kapal dibuat sebagai milik masyarakat lokal, tetapi kemudian sahamnya dijual kepada asing.
"Kapal eks-asing memang sudah kita hentikan semua, kita musnahkan. Tapi yang namanya kejahatan atau kecurangan, selalu menemukan celah-celah," katanya.
Dalam sidak tersebut juga dimanfaatkan Menteri Susi untuk menyosialisasikan asuransi nelayan kepada para awak kapal dan menekankan pentingnya asuransi nelayan.
Penerapan asuransi nelayan itu sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 2 tahun 2017 tentang Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan, di mana perusahaan perikanan diwajibkan memberikan setifikasi perlindungan kepada Awak Kapal Perikanan.
Sebelumnya, armada kapal nelayan nasional yang dibuat berdasarkan program pengadaan kapal yang dicetuskan KKP dinilai sanggup memberdayakan sumber daya perikanan di kawasan perairan Indonesia.
"Program pengadaan kapal jika dilakukan secara tepat sasaran, terbuka, dan adil, niscaya mampu dipergunakan untuk memanfaatkan sumber daya perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di 11 WPP NRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia)," kata Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities, Abdul Halim, Kamis (23/2).
Menurut Abdul Halim, kebijakan yang bernuansa fobia terhadap kapal ikan asing harus dimaknai dalam konteks bila program pengadaan kapal nasional tersebut dilakukan dengan tepat.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017