Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memastikan tak akan intervensi terhadap perselisihan antara Sinopec Grup dengan mitra lokalnya di Batam.Ini terjadi karena adanya wan prestasi dan pengingkaran terhadap perjanjian pemegang saham oleh pihak Sinomart. Kami sebagai pemegang saham minoritas, perlu juga kepastian hukum."
"Kami tak akan intervensi. Apalagi sudah ke meja abritase, " kata Wakil Ketua Pokja IV, Satuan Tugas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, Kementerian Koordinator Maritim, Purbaya Yudhi Sadewa saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Namun, katanya, pemerintah terus berusaha untuk mendorong investasi pembangunan depo minyak di Batam, Kepulauan Riau oleh Sinopec Group dapat berlanjut.
"Kami sedang mencari solusi yang optimal karena investasinya besar dan bermanfaat bagi ekonomi kita," katanya.
Data menunjukkan, sejak dilakukan peletakan batu pertama proyek pada 10 Oktober 2012, PT West Point Terminal (WPT) selaku perusahaan patungan yang dibentuk untuk investasi depo ini tak kunjung memulai kontruksi.
Belakangan diketahui adanya perselisihan antara pemegang saham PT WTP yaitu Sinomart KTS Development Limited, pemilik 95 persen saham yang berlokasi di Hongkong dan PT Mas Capital Trust (MCT), perusahaan Indonesia pemilik lima persen saham.
Hal itu karena Sinomart, anak usaha Sinopec Group, BUMN Minyak Tiongkok, berusaha untuk menunjuk langsung kontraktor umum pembangunan depo minyak itu.
Hal itulah yang ditentang oleh investor lokal PT MCT karena selain dengan penunjukan langsung dan harga jauh lebih mahal, juga tidak melalui mekanisme transparan (tender) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
"Kami hanya memastikan semuanya berjalan fair dalam pelaksanaan joint venture tersebut, tidak ada yang menyalahgunakan hukum. Kami tidak ikut campur dengan masalah internal investor," kata Purbaya yang juga Staf Khusus Menko Bidang Kemaritiman ini.
Sebelumnya, Kuasa Hukum PT MCT, Defrizal Djamaris menegaskan, berhentinya proyek depo minyak di kawasan industri Westpoint Maritime Industrial Park di Pulau Janda Berhias, Batam murni karena perselisihan internal.
Untuk menciptakan kepastian investasinya, sebagai investor minoritas, PT MCT melakukan gugatan kepada Sinomart di Badan Arbitrase International ICC (International Court of Arbitration).
"Ini terjadi karena adanya wan prestasi dan pengingkaran terhadap perjanjian pemegang saham oleh pihak Sinomart. Kami sebagai pemegang saham minoritas, perlu juga kepastian hukum," ungkap Defrizal.
Defrizal menambahkan, PT MCT juga melaporkan adanya dugaan penggelapan di PT WPT dan sesuai hasil penyidikan Polda Kepri, ditemukan adanya keterlibatan dua direksi dan satu komisaris perwakilan dari Sinomart di PT WPT.
Hasilnya Polda Kepri telah menetapkan tiga tersangka terkait dugaan penggelapan dana perusahaan di PT West Point Terminal oleh tiga warga negara asing (WNA).
Terkait kasus ini Bareskrim Mabes Polri merekomendasikan "Red Notice" kepada Interpol terhadap tiga WNA itu.
Tiga WNA itu tidak pernah hadir sejak pemeriksaan pertama dilakukan di Polda Kepri.
Defrizal kembali menegaskan bahwa kerjasama antara PT MCT dan Sinomart di PT West Point Terminal merupakan perjanjian B to B (Business to Business).
"Karenanya solusinya seharusnya koridor B to B melalui mekanisme perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Sebagai investor nasional kami juga butuh kepastian dan akan selalu tunduk terhadap hukum," demikian Defrizal.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017