Dalam waktu tidak sampai 10 menit, besi sepanjang 20 centimeter dengan lebar tiga centimeter itu sudah berbentuk lengkung. Namun harus kembali dibakar, lalu didinginkan ke dalam kaleng berisi oli bekas.
Adalah Tus, lelaki 42 tahun yang menempa besi baja bekas itu menjadi pisau dan senjata tradisional. Ia hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menyelesaikan pesanan satu mata pisau kerambit, senjata tradisional dari Minangkabau.
"Mau kerambit dengan modifikasi pun bisa saya buatkan, bisa ditunggu," katanya sambil membetulkan letak kacamata hitam miliknya.
Setelah bentuk pisau itu terlihat, Tus kembali memastikan bagian punggung dan perut kerambit sudah pipih sehingga lebih mudah untuk diasah menjadi lebih tajam.
Ia membuat gerigi sebagai modifikasi kerambit di bagian punggung bawah, serupa pisau tentara. Menurutnya gerigi tersebut juga bisa membedakan kerambit betina dan jantan. Kerambit betina bergerigi lima, sedangkan jantan memiliki tujuh gerigi.
Lalu dengan menggunakan gerinda, ia mengasahnya hingga halus dan tidak terlihat lagi seperti besi bekas.
Ketajamannya, katanya, boleh diadu. Salah pegang saja bisa membuat jari sobek. Selanjutnya ia pun menjajal ketajaman kerambit dengan mencukur bulu kakinya sendiri.
Menurutnya, saat ada yang memesan pisau kerambit, ia akan melihat dulu siapa orang yang memesannya. "Saya tidak bisa sembarangan membikinkan kurambik ini, karena ini senjata berbahaya, harus tahu kegunaannya dulu untuk apa," katanya.
Biasanya, ia membuatkan mata pisau yang tumpul bagi kolektor dan pesilat yang akan digunakan untuk berlatih. Sementara, untuk pisau tajam hanya orang tertentu saja yang memesan sebagai pegangan mereka.
"Pemegang pisau kerambit ini orangnya tidak boleh emosional, kalau tidak nanti keluar sendiri dari sarungnya," kata Tus.
Ia mengaku kerambit memang memiliki aura magis tersendiri, karena itu tidak sembarangan orang bisa memegang pisau itu.
Untuk pembuatan satu mata pisau kerambit, Tus memasang tarif cukup murah, sekitar Rp80 ribu per buah. Tarif tersebut sudah termasuk upah mengasah Kerambit hingga bening serupa kaca. Pengasahan terakhir menggunakan serbuk intan, serbuk yang biasa digunakan untuk mengasah batu akik.
Namun untuk pembuatan pisau sekaligus gagang beserta sarungnya, ia mematok tarif Rp300 ribu per buah. Sedangkan untuk gagang menggunakan ukiran, tambah Rp50 ribu.
"Menggunakan besi baja bekas bar gergaji mesin, lebih kuat. Tapi kalau ingin anti karat, bisa menggunakan besi putih. Hanya saja mengasahnya lebih sulit," katanya.
Menurut Tambo Minangkabau, kerambit merupakan jenis senjata asli Sumatera Barat, termasuk senjata khas andalan yang sangat berbahaya. Pada masa dahulu, permainan senjata kerambit di propinsi itu hanya diwarisi oleh para Datuk atau kalangan Raja, tidak sembarang orang menguasai permainan yang dianggap rahasia dan hanya untuk kalangan tertentu saja.
Dalam klasifikasi senjata genggam paling berbahaya, pisau berbentuk kuku harimau itu menempati urutan kedua setelah pistol. Sabetan kerambit bila mengenai tubuh lawan, dari luar memang tampak seperti luka sayatan kecil, namun pada bagian dalam tubuh bisa menimbulkan akibat yang sangat fatal karena urat-urat putus.
Berdasarkan sejarah tertulis, kerambit berasal dari Minangkabau, lalu kemudian dibawa oleh para perantau Minangkabau berabad yang lalu dan menyebar ke berbagai wilayah, seperti Jawa, Semenanjung Melayu dan lain-lain.
Menurut cerita rakyat, bentuk kerambit terinspirasi oleh cakar harimau yang memang banyak berkeliaran di hutan Sumatera pada masa itu.
Senjata di sebagian besar kawasan nusantara, pada awalnya merupakan alat pertanian yang dirancang untuk menyapu akar, mengumpulkan batang padi dan alat "pengirikan" padi.
Namun berbeda dengan kerambit, yang sengaja dirancang lebih melengkung seperti kuku harimau, setelah melihat harimau bertarung dengan menggunakan cakarnya, hal ini sejalan dengan falsafah Minangkabau yang berbunyi "Alam takambang jadi guru".
Kerambit akhirnya tersebar melalui jaringan perdagangan Asia Tenggara hingga ke negara-negara seperti Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina dan Thailand.
Silat Minangkabau
Guru Besar Silat Harimau, Edwel Yusri Datuk Rajo Gampo Alam, mengatakan kerambit merupakan warisan nenek moyang Minangkabau yang dulunya digunakan sebagai senjata rahasia.
"Dulunya dipakai oleh pasukan harimau untuk membunuh dan menculik, bentuk melengkungnya juga leluasa dipakai untuk mencongkel kunci pintu," katanya.
Kerambit, katanya, dahulu diyakini dapat melumpuhkan ilmu kebal karena pisau genggam itu dibuat dari tujuh campuran logam. Kerambit akan dikeluarkan saat terdesak, seusai bertarung dengan tangan kosong.
Menurutnya, kerambit kini perlahan mulai dikenal kembali oleh pemuda terutama anak-anak muda masa kini. Sebelumnya, bahkan keberadaan pisau yang terkenal di berbagai negara itu, banyak yang tidak mengetahuinya.
Edwel yang sempat menjadi koreografer silat aktor Iko Uwais pada film "Merantau" itu menjelaskan, untuk menggunakan kerambit, harus mengikuti prosedur dengan mengetahui teknik-teknik dasarnya terlebih dahulu.
Seperti dalam perguruan silat harimau yang dipimpinnya, Edwel tidak langsung mengajarkan menggunakan kerambit, melainkan teknik menggunakan tangan kosong.
Pertama, katanya, teknis dasar yang harus dipelajari meliputi kuda-kuda harimau (30 macam), pukulan dan tendangan, jatuh harimau, langkah "ampek", dan "Rumah Gadang Indak Badindiang, Mancik Saikua Indak Lalu".
Selanjutnya, teknik "Galuik" Harimau, Jurus Harimau, lalu masuk ke tingkat kedua yakni penggunaan senjata.
"Pada tahap ini tidak langsung menggunakan kerambit, tapi pisau biasa dulu yang merupakan bagian dari teknis dasar tingkat dua," katanya.
Edwel mewarisi ilmu silat harimau dari kakek buyutnya, Inyiak Angguik, yang dikenal memiliki ilmu telepati turun-temurun dengan harimau Sumatera di hutan dekat kampung halamannya, Balingka, Agam, Sumatera Barat pada masa kolonial.
Ia pun berpesan kepada anak-anak muda agar dapat mencintai pusaka nenek moyang dan mengerti dengan filosofi kerambit itu sendiri.
Oleh Ikhwan Wahyudi dan Iggoy el Fitra
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017