"Festival ini menjadi ajang strategis tidak hanya bagi pembangunan reputasi industri kreatif Indonesia namun juga kesempatan bagi kita untuk membangun kesadaran tentang isu-isu global terkini seperti polusi plastik yang sudah menjadi epidemi," kata Kevin Kumala, Chief Green Officer Avani, dalam siaran pers.
Bioplastik sebenarnya sudah dibuat sejak 1990 di Eropa menggunakan jagung dan serat bunga matahari. Avani membuat inovasi dengan menjadikan singkong sebagai bahan utama.
Produk-produk perusahaan itu lulus tes kadar racun sehingga aman bila termakan hewan laut.
Bioplastik buatan Avani bisa larut secara instan dalam air panas. Dalam air dingin, bioplastik secara alami melunak dan berubah jadi karbondioksida, air dan biomassa dalam beberapa bulan.
Gagasan untuk membuat produk-produk biodegradable berawal ketika Kevin melihat perubahan drastis yang terjadi di pantai-pantai di Bali, yang sekarang penuh dengan sampah. Tidak hanya di permukaan, plastik-plastik yang dibuang juga sampai ke bawah permukaan laut.
"Bayangkan jika setiap hari tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta menggunakan satu sedotan plastik sepanjang 20 cm dan langsung membuangnya. Sedotan-sedotan ini bila direntangkan bisa mencapai 5.000 kilometer! Setara jarak Jakarta-Sydney," kata Kevin.
Kevin mengungkapkan saat ini banyak produk yang dipasarkan sebagai produk "ramah lingkungan" namun tidak memberikan keuntungan kepada lingkungan.
Kantong plastik yang bisa didaur ulang seringkali menghasilkan residu beracun yang membuatnya berbahaya untuk kehidupan laut dan tanaman.
Publikasi di jurnal Science mengungkap bahwa tahun 2010 saja, dunia menghasilkan 12 juta ton plastik.
Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China dengan 1,8 juta ton sampah plastik per tahun.
Kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun lalu menemukan bahwa lautan di Indonesia adalah perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017