Kepala Bidang Lalu Lintas Laut, Operasi dan Usaha Kepelabuhanan Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya Dody Triwahyudi menjelaskan ketentuan itu berlaku mulai 1 Maret.
"Ketentuan ini sudah disepakati oleh Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat (APBMI) dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Tanjung Perak (TKBM)," katanya.
Dody mengisahkan, kesepakatan itu dibuat pada tahun 2016, yaitu ketika dua asosiasi yang bersaangkutan tersebut melakukan negosiasi terkait tuntutan kenaikan upah buruh pelabuhan sebesar 7,99 persen per shift.
Saat itu APBMI menyetujui kenaikan upah yang diminta buruh pelabuhan sebesar 7,99 persen per shift yang disepakati mulai diberlakukan pada 1 Maret 2017.
Namun Koperasi TKBM, yang membawahi para pekerja bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak, saat itu juga menyepakati untuk tidak mengangkut barang di kawasan dermaga yang menjadi tempat sandar Kapal Roro terhitung 1 Maret.
Dody mengatakan, kesepakatan yang dibuat APBMI dengan Koperasi TKBM itu telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2009.
"PP 61 mengatur kegiatan bongkar muat yang melibatkan jasa perusahaan bongkar muat (PBM) pengupahannya diatur dalam kesepakatan kedua belah pihak antara asosisasi yang bersangkutan, yaitu APBMI dan Koperasi TKBM," jelasnya.
Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Surabaya Stenvens Hendry Lesawengen, yang turut membawahi asosiasi pemilik kapal roro, mengapresiasi kesepakatan itu.
Meski tidak dilibatkan saat kesepakatan dibuat, Stenvens mengatakan, tidak digunakannya buruh angkut untuk kegiatan bongkar muat di kapal roro sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan 60 Tahun 2014.
"Pasal 22 PM 60/ 2014 menjelaskan bahwa pekerja pelabuhan itu hanya untuk kapal barang. Sedangkan operator kapal roro dapat melakukan sendiri kegiatan bongkar muatnya," terangnya. ***1***
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo dan Hanif Nashrullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017