Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian memacu produktivitas industri kecil dan menengah (IKM) sektor perkakas pertanian non-mekanik agar mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang mencapai tiga juta unit per tahun, sehingga diperlukan langkah nyata yang sinergis dengan pemangku kepentingan agar tepat sasaran.
“Untuk itu, kami melakukan rapat evaluasi dan tindak lanjut setelah penandatanganan Nota Kesepahaman mengenai Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Untuk Pembuatan Alat Perkakas Pertanian Non Mekanik, beberapa waktu lalu,” kata Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal IKM Kementerian Perindustrian dengan PT. Krakatau Steel, PT. Boma Bisma Indra (BBI), PT. Sarinah, dan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada 5 Januari 2017.
“Setelah kami melakukan rapat evaluasi, skemanya masih berjalan baik sesuai rencana,” kata Gati melalui keterangan tertulis.
Dalam skema bisnis tersebut, PT Krakatau Steel bertindak sebagai penyedia bahan baku cangkul, kemudian BBI yang akan melakukan pembuatan cangkul menjadi 75 persen produk jadi.
“Produk ini belum dicat, belum ditajamkan, dan belum ditambah gagang kayu. Untuk proses 25 persennya akan dikerjakan oleh IKM,” jelasnya.
Gati melanjutkan, PPI dan Sarinah akan melakukan sosialisasi produk dari BBI kepada IKM sesuai standar yang telah ditentukan.
“Misalnya, ketebalan cangkul sekitar 2,1 milimeter,” ujarnya.
Setelah itu, produk yang dihasilkan IKM bisa langsung dikirim ke agen penjual atau dikirim ke PPI dan Sarinah sebagai distributor untuk dipasarkan ke agen penjual.
“Sesuai konsep bisnis yang telah disepakati bersama, cangkul 75 persen tersebut akan didistribusikan kepada sentra-sentra IKM alat pekakas pertanian dan industri besar yang membutuhkan bahan baku cangkul yang tersebar di 12.609 unit usaha dari Sabang hingga Merauke,” paparnya.
Gati pun optimistis, IKM mampu memenuhi pasar dalam negeri karena Krakatau Steel telah memproduksi medium carbon steel lembaran SS400 sebagai bahan baku cangkul sebanyak 110 ton dan 43 ton untuk bahan karah cangkul yang sudah dikirimkan ke pabrik BBI di Pasuruan, Jawa Timur.
“Saat ini, BBI mampu memproduksi 100 ribu unit cangkul per bulan, dan siap menambah kapasitas produksi untuk mengejar target tiga juta unit cangkul per tahun,” tuturnya.
Direktur Utama PPI Agus Andiyani menyampaikan, pihaknya bersama Sarinah siap mendistribusikan produk yang telah dipabrikasi oleh BBI ke seluruh wilayah di Indonesia sesuai cakupannya.
“Kami juga akan memperhatikan, harga cangkul ini tidak boleh mahal dan dapat menumbuhkan IKM,” ucapnya.
Agus juga mengungkapkan, dalam proses pendistribusian dan penjualan tidak begitu terkendala signifikan dengan adanya biaya logisitik karena bisa dikolaborasikan dengan barang-barang lain yang dimiliki oleh PPI.
“Rencananya kami membuat stock point di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan,” jelasnya.
Direktur Utama Sarinah, GNP Sugiarta Yasa menambahkan, selain melalui gudang penyimpanan, pendistribusian juga akan disinergikan dengan PT Pos Indonesia yang mempunyai jaringan luas di Indonesia.
“Tujuannya agar petani kita dapat menjangkau dengan mudah mendapatkan produk cangkul tersebut,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Utama BBI Rahman Sadikin mengaku bahwa perusahaannya sudah mampu memproduksi 40 ribu unit cangkul yang siap disalurkan ke PPI dan Sarinah.
“Kami siap mendukung IKM-IKM di dalam negeri untuk terus tumbuh dan menolak importasi alat pertanian sederhana,” ujarnya.
Dengan adanya kesiapan dari pelaku usaha dan jalannya skema bisnis, Gati memastikan, tidak perlu ada kekhawatirkan kurangnya cagkul di pasar dalam negeri karena sudah bisa dipasok oleh para IKM lokal.
“Karena PPI dan Sarinah mampu menjadi material center bagi IKM,” tegasnya.
Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017