RJ Lino tak terganggu kasusnya digantung KPK

22 Maret 2017 17:33 WIB
RJ Lino tak terganggu kasusnya digantung KPK
RJ Lino Datangi Pansus Pelindo II. Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino menjawab pertanyaan anggota Pansus saat rapat bersama di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12/2015). RJ Lino dipanggil untuk memberikan keterangan mengenai dugaan pelanggaran yang terjadi di Pelindo II terkait perpanjangan konsesi Jakarta Internasional Container Terminal (JICT). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) ()

....`I do my best for my country`. Kalian lihat dimana saya masuk aset Pelindo itu hanya Rp6,5 triliun, saat saya berhenti menjadi Rp45 triliun. Coba 6 kali lebih punya uang di bank Rp16 triliun `cash`. Kerugian negara tidak ada."

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II saat itu Richard Joost Lino mengaku tidak terganggu meski KPK belum melanjutkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 3 Quay Container Crane (QCC) tahun 2010, yang sudah berlangsung selama 1,5 tahun.

"Saya tidak merasa terganggu, malah sekarang saya ditelepon siapa saja bisa diterima," kata RJ Lino di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIpikor) Jakarta seusai menjadi saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan "mobile crane" (derek) oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) merugikan keuangan negara sebesar Rp36,97 miliar.

Terdakwa dalam kasus itu adalah Direktur Operasi dan Teknik Pelindo II (Persero) Ferialdy Noerlan dan Senior Manager Peralatan PT Pelindo II (Persero) Haryadi Budi Kuncoro. Menurut jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, pengadaan "mobile crane" itu juga diketahui oleh Dirut PT Pelindo II saat itu Richard Joost Lino. Kasus itu ditangani

Sedangkan RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 Desember 2015 karena diduga memerintahkan pengadaan 3 quay container crane (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.

"Saya ikut saja sebagai warga negara yang baik. I do my best for my country. Kalian lihat dimana saya masuk aset Pelindo itu hanya Rp6,5 triliun, saat saya berhenti menjadi Rp45 triliun. Coba 6 kali lebih punya uang di bank Rp16 triliun cash. Kerugian negara tidak ada," tambah RJ Lino.

Ia pun mengaku menikmati hidupnya pasca tidak lagi menjabat.

"I enjoy my life. Sibuk di kampung saya. Saya tidak malu ketemu Anda. Tadi lihat saya bicara blak-blakan," ungkap Lino.

Ia juga menilai bahwa dua orang bekas anak buahnya, Ferialy Noerlan dan Haryadi Budi Kuncoro tidak bersalah.

"Mereka itu tidak salah, kasihan. Kalau ini dibiarkan ya yang susah semua orang. Orang itu tidak bisa berbuat apa-apa. Negara ini jadi tidak maju. Mau bikin ini, jadi begini, bikin ini jadi begini," ungkap Lino.

Menurut KPK, pengadaan 3 unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan 3 unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.

Pada 15 April 2014, KPK juga telah meminta keterangan RJ Lino terkait pelaporan tersebut, usai diperiksa Lino mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait pengadaan crane di beberapa dermaga yakni di Palembang, Lampung dan Pontianak. Bahkan, Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah berhasil membeli alat yang dipesan dengan harga yang murah.

Lino mengaku, proyek tahun anggaran 2010 itu sebenarnya memiliki nilai sekitar Rp100 miliar. Alat yang dibeli itu sudah dipesan sejak 2007 namun sejak tahun 2007 proses lelang selalu gagal hingga akhirnya dia mengambil kebijakan untuk melakukan penunjukan langsung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017