Jakarta (ANTARA News) - Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) pada Kamis (7/5) akan melepas-liarkan 8 ekor burung elang bondol, sebagai bagian dari upaya konservasi satwa yang menjadi maskot Pemprov DKI Jakarta itu, kata Sumarto Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS).
Kepada ANTARA di Jakarta, ia menjelaskan bahwa program konservasi satwa yang kini diselenggarakan di TNKpS adalah rehabilitasi dan lepas-liaran elang bondol, dan program "rumah jompo" bagi satwa yang cidera berat dan tua.
Delapan elang bondol yang akan dilepas kembali dari Pulau Kotok Besar, dititipkan oleh BKSDA Yogyakarta, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
"Pada Kamis (10/5), TNKpS juga akan menerima 11 ekor elang bondol dari BKSDA Jawa Barat, untuk kami rehabilitasi selama 6-14 bulan lalu dilepas ke alam bebas," kata dia.
Elang bondol akan dilepas-liarkan bila sudah bisa sudah siap hidup di alam, sudah bisa mencari makanannya sendiri secara alami, dan kondisi bulunya bagus, tambahnya.
Sumarto mengatakan, program rehabilitasi elang bondol dan "rumah jompo" satwa merupakan hasil kerjasama antara TNKpS dan Lembaga Internasional Penyelamatan Satwa (IAR).
"Kami upayakan program ini dalam waktu 5 tahun minimal dapat menangani 150 ekor satwa," ujarnya.
Tapi hingga saat ini, tercatat baru 35 ekor burung elang bondol yang dilepas-liarkan dan sekitar 21 ekor makaka yang dimasukkan ke dalam "rumah jompo" satwa.
"Kadang tidak semua satwa yang kita terima bisa lantas kita lepas-bebaskan lagi, karena yang cidera terlalu berat atau sayap patah yang parah," kata dia.
Program konservasi elang bondol dilakukan di dua pulau, yaitu Pulau Kotok Besar dan Pulau Penjaliran Timur, sementara "rumah jompo" satwa dilakukan di Pulau Penjaliran Barat.
Tak cuma melepas elang bondol dan menerima yang cidera, TNKpS juga akan merawat monyet ekor panjang makaka sebanyak 5 ekor dari BKSDA Jawa Barat.
Makaka ini, masih kata Sumarto, akan dimasukkan kedalam "rumah jompo" satwa di Pulau Penjaliran Barat. Hewan ini sudah disterilkan, sehingga tidak akan bereproduksi hingga akhirnya mati.
Saat ini, di Pulau Penjaliran Barat sudah ada 21 ekor makaka yang terbagi ke empat kelompok.
Sementara itu terdapat pula sepasang kucing hutan, yang tidak disterilkan sehingga diharapkan bisa bereproduksi karena memang populasinya di alam bebas sangat rendah.
Menuju Punah
Meskipun digunakan sebagai maskot alias lambang Pemprov DKI Jakarta, namun keberadaan elang bondol tidak lantas menjadi lebih terjaga.
Sumarto mengakui populasi satwa ini di Kepulauan Seribu menunjukkan angka yang memprihatinkan, yaitu 15 ekor saja pada survei tahun 2004.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa elang bondol sudah terancam punah, terutama akibat tingkat pencurian oleh manusia yang sangat tinggi. Sehingga kita harus melakukan program konservasi ini dengan maksimal," kata dia.
Elang bondol termasuk satwa yang tingkat reproduksi memang rendah, Sumarto menambahkan, "Kalau di kandang mereka tidak mau bereproduksi."
Selain program pemulihan dan pelepasan ke alam, program yang diusung TNKpS adalah kampanye dan penyuluhan tentang elang bondol.
Menurut dia, pihak Kabupaten Kepulauan Seribu sangat antusias menyokong upaya ini, bahkan bupati terus mengingatkan aparaturnya agar gencar melakukan kampanye penyelamatan satwa langka tersebut.
Setelah dilepas-liarkan, ternyata hanya tinggal 8 ekor elang bondol yang "tersisa" di pesisir Kepulauan Seribu.
Satwa ini memiliki habitat pesisir pulau-pulau kecil yang terdapat pohon tinggi, dan elang bondol bisa terbang hingga ketinggial 1.500 meter.
Elang bondol tergolong burung laut atau satwa meranai, yang mencari makan di perairan laut pesisir.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007