Hari istimewa itu, kali ini jatuh pada Selasa, 28 Maret 2017. Pada masa tersebut, masyarakat Hindu di Pulau Dewata melarang segala aktivitas warga, baik di dalam apalagi di luar rumah. Semua jenis siaran media televisi dan radio juga dihentikan sementara.
Oleh sebab itu seluruh lembaga penyiaran di Bali sepakat menghentikan sementara siaran selama 24 jam saat umat Hindu melaksanakan Tapa Berata Penyepian, yakni empat pantangan yang meliputi tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).
Seorang praktisi penyiaran di Bali I Nengah Muliarta yang juga Instruktur Bali Broadcast Academia (BBA) mengatakan, kesepakatan dan komitmen seluruh stasiun penyiaran baik televisi maupun radio itu merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan kearifan lokal Pulau Dewata.
Selain itu merupakan bentuk implementasi dari upaya mewujudkan industri penyiaran yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Pulau Dewata.
Tidak siaran sementara selama pelaksanaan tapa brapa penyepian itu mampu memberi kontribusi terhadap penghematan penggunaan energi sehingga dapat mengurangi emisi gas buang yang memicu pemanasan global. Energi yang dihemat salah satunya adalah listrik dan bahan bakar minyak (BBM).
Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN Distribusi Bali I Gusti Ketut Putra memprediksi penggunaan energi listrik bagi konsumen pada Hari Nyepi kali ini berkurang hingga 35-40 persen dibanding hari-hari biasanya.
Pemakaian listrik pada beban puncak akan menurun tajam dari selama ini rata-rata 860,2 mega watt (MW) menjadi sekitar 531 MW. Meskipun terjadi penurunan beban puncak yang cukup besar dari kapasitas energi listrik yang tersedia sebesar 1.305 MW, pihak PLN tidak melakukan pemadaman pusat pembangkit listrik.
Pemadaman listrik hanya dilakukan untuk lampu penerangan jalan karena jika listrik di rumah tangga dipadamkan tentu bisa merusak alat-alat elektronik, katanya.
Demikian pula menurut mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bali I Nengah Muliarta, bertepatan Nyepi yang disertai penghentian siaran dalam kenyataannya juga memberikan kontribusi nyata bagi upaya pengurangan terhadap radiasi gelombang elektromagnetik.
Dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang Penyiaran diberikan batasan bahwa penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut.
Upaya itu dilakukan dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Kemudian pada ayat 8 disebutkan bahwa spectrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.
Sebuah Kekhawatiran
I Nengah Muliarta menambahkan, kesepakatan untuk menghentikan siaran sementara itu sangat penting, karena dampak buruk dari paparan radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan fisik manusia kini menjadi sebuah kekhawatiran.
Radiasi secara teori merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Besarnya tingkat paparan dari gelombang elektromagnetik tentunya beragam sesuai dengan frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut.
Penelitian terhadap dampak buruk gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia telah dilakukan di berbagai negara. Radiasi gelombang elektromagnetik disebut-sebut berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan seperti Alzheimer, mengganggu sistem darah, reproduksi, saraf, kardiovaskular, endokrin, psikologis, dan hipersensitivitas.
Dalam sebuah penelitian berjudul "Hubungan Jarak dan Lama Paparan Sinar Biru Pesawat Televisi Terhadap Fungsi Refraksi Pada Anak di Sekolah Dasar" oleh Eunike D. Toar, Jimmy Rumampuk dan Fransisca Lintong dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado disebutkan bahwa Televisi bisa berdampak buruk bagi kesehatan mata akibat sinar biru yang dihasilkan.
Sinar biru terdapat pada spektrum yang masih dapat diterima oleh mata, namun dapat menyebabkan kerusakan mata akibat oleh radikal bebas yang dihasilkannya.
Risiko kerusakan mata tergantung pada panjang cahaya dan intensitas paparan. Hasil penelitian dari organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2000 menyebutkan saat listrik dialirkan melalui jaringan transmisi, distribusi, atau digunakan dalam berbagai peralatan, saat itu juga muncul medan elektromagnetik di sekitar saluran dan peralatan. Medan ini kemudian menyebar ke lingkungan dan menyebabkan polusi.
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana mengurangi radiasi gelombang elektromagnetik tersebut? Salah satu cara mengurangi paparan radiasi gelombang elektromagnetik dengan mengurangi penggunaan benda-benda yang memancarkan gelombang elektromagnetik.
Nyepi yang dilakukan masyarakat Hindu di Bali dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Walaupun hingga saat ini belum ada penelitian yang mampu memberikan gambaran besaran pengurangan tingkat radiasi gelombang elektromagnetik saat Hari Raya Nyepi.
Hari Nyepi pada kenyataanya bukan sebatas kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam, namun juga memiliki manfaat dalam menjaga kesehatan manusia dari dampak paparan radiasi gelombang elektromagnetik.
Oleh sebab itu menurut I Nengah Muliarta, Nyepi siaran yang dilakukan lembaga penyiaran di Bali selama ini lebih banyak dinilai hanya sebatas penghormatan lembaga penyiaran terhadap kearifan lokal masyarakat Bali.
Buktinya secara universal Nyepi siaran juga berkontribusi bagi penghematan energi, pengurangan emisi hingga pengurangan paparan radiasi gelombang elektromagnetik.
Jika dihitung secara bisnis memang Nyepi siaran akan menyebabkan lembaga penyiaran kehilangan pendapatan iklan akibat tidak siaran selama satu hari penuh.
Namun tidak pernah diperhitungkan besarnya biaya kesehatan para pekerja penyiaran yang mengalami gangguan kesehatan akibat paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Apalagi selama ini gangguan kesehatan pekerja penyiaran tidak pernah dikaitkan langsung ataupun tidak langsung dengan paparan radiasi gelombang elektromagnetik.
Teknologi memang telah berkembang cukup pesat, begitu juga teknologi pemanfaatan gelombang elektromagnetik. Tetapi pada akhirnya kearifan lokal Nyepi mengingatkan kembali bahwa perlu ada waktu untuk jeda guna mengevaluasi manfaat dan dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi tersebut.
Dengan demikian Nyepi bukan sebatas kearifan lokal masyarakat Hindu Bali, namun mengandung konsep-konsep universal dalam menjaga kehidupan dan menjaga keseimbangan alam di bumi, tutur I Nengah Muliarta.
(I006/T007)
Oleh I Ketut Sutika
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017