"Hal tersebut, jelas akan merugikan nelayan yang sebenarnya atau berhak untuk mendapatkan bantuan asuransi keselamatan tersebut," kata Sekretaris DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut Pendi Pohan di Medan, Senin.
Asuransi keselamatan tersebut, menurut dia, harus diberikan kepada nelayan yang benar-benar masih aktif, dan jangan yang bukan nelayan menangkap ikan di laut.
"Karena menurut informasi, nelayan yang tidak aktif melaut, banyak yang berusaha untuk mendapatkan kartu asuransi keselamatan jiwa tersebut," ujar Pendi.
Ia menyebutkan, untuk mencegah terjadinya pemalsuan identitas nelayan tradisional itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di daerah perlu mengadakan koordinasi dengan Pengurus DPC HNSI di Kabupaten/Kota.
Karena, DPC HNSI di daerah itu, yang mengetahui nama-nama nelayan yang masih aktif dan menjalankan kegiatan menangkap ikan di laut.
"Ini harus dilaksanakan DKP Kabupaten/Kota untuk menghindari nelayan yang tidak jelas atau nelayan gadungan," ucapnya.
Pendi menambahkan dalam pemberian asuransi terhadap nelayan kecil itu, DPD HNSI Sumut dan DPC Kabupaten/Kota mempunyai tanggung jawab moral dan terus mengawasi perkembangan nelayan yang mendapatkan kartu asuransi.
Karena, organisasi nelayan yang cukup besar itu, tidak ingin kecolongan dengan nelayan "palsu" yang mengaku sebagai nelayan asli atau profesinal. Hal tersebut harus dicegah dan tidak boleh dibiarkan merusak nama baik HNSI Sumut.
"Nelayan yang terbukti melakukan pemalsuan identitas untuk mendapatkan kartu asuransi keselamatan itu, adalah merugikan keuangan negara dan bisa diproses secara hukum karena melakukan tindak pidana korupsi," kata mantan Ketua DPC HNSI Kota Medan itu.
(M034/R010)
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017