Kejaksaan sedang menyelidiki apakah Garcia terlibat dalam kemungkinan suap oleh perusahaan itu --dalam upaya memenangi kontrak senilai 400 juta dolar AS (sekitar Rp5,3 triliun) untuk pembangunan jalur transportasi metro di Lima saat periode kedua kepemimpinannya, kata sumber tersebut.
Belum ada komentar dari perwakilan Garcia namun Garcia sebelumnya telah menyatakan bantahan bahwa ia terlibat dalam dugaan suap oleh Odebrecht di Peru. Ia mengatakan dirinya merasa "malu" bahwa pemerintahannya kemungkinan diisi oleh pejabat-pejabat yang korup.
"Jika kejaksaan menganggapnya sebagai hal yang patut, saya menyambut baik adanya investigasi dan saya akan memenuhi panggilan untuk bekerja sama," kata Garcia melalui Twitter.
Cuitannya itu muncul setelah surat kabar harian setempat, El Comercio, melaporkan pada Jumat bahwa Garcia sedang berada dalam penyelidikan.
Pada Desember, Odebrecht mengakui secara terbuka bahwa pihaknya telah membagi-bagikan ratusan juta uang suap kepada pihak berwenang di kawasan Amerika Latin, termasuk 29 juta dolar untuk memenangi kontrak di Peru dalam tiga kepresidenan selama rentang satu dekade.
Mantan kepala Odebrecht di Peru, Jorge Barata, sedang bekerja sama dengan kejaksaan sebagai saksi dan perusahaan itu telah berjanji akan memberikan semua dokumen dan laporan rugi-laba yang diperlukan.
Seorang jaksa khusus pada kementerian kehakiman, Katherine Ampuero, telah meminta para jaksa di kejaksaan agung untuk memasukkan Garcia dalam pemeriksaan penyuapan Odebrecht.
Ampuero mengatakan bukti-bukti sudah ada, yang bisa mengarah pada pemberian hukuman.
Garcia merupakan seorang orator ulung dan politisi kelas berat yang telah memimpin pemerintahan Peru dua kali, pertama pada 1980-an sebagai sosok pelindung dan kemudian sebagai pendukung pasar bebas dari 2006-2011. Dalam kurun waktu itulah, seperti yang diungkapkan Odebrecht, perusahaan itu menyuap seorang pejabat tingkat tinggi sebagai imbalan atas bantuan untuk memenangi kontrak proyek transportasi senilai 400 juta dolar.
Presiden yang digantikan Garcia, Alejandro Toledo, menjadi buronan Peru untuk menjalani penahanan pencegahan setelah jaksa menuduhnya menerima suap sebesar 20 juta dolar AS (sekitar Rp266,6 miliar) atas bantuan bagi Odebrecht untuk memenangi dua kontrak pembangunan jalan raya.
Toledo membantah melakukan kesalahan dan menolak untuk menyerahkan diri dengan alasan bahwa ia diperlakukan secara tidak adil.
Toledo diyakini berada di California dan Peru menginginkan Amerika Serikat menahannya serta mengekstradisi mantan presiden itu ke Peru, demikian Reuters.
(Uu.T008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017