"Kehadiran perempuan penting dalam menjalani misi perdamaian. Saat ini Indonesia baru mengirimkan 18 perempuan sebagai pasukan perdamaian," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise di Jakarta, Senin.
Tahun ini, Indonesia berjanji menambah 15 persen perempuan dari 2.867 total anggota pasukan perdamaian yang dikirim Indonesia pada 10 misi perdamaian.
Anggota Delegasi Indonesia dari Kementerian Luar Negeri pada CSW ke-61 Grata Endah Werdaningtyas mengatakan peran perempuan dibutuhkan tidak hanya sebatas polisi dan tentara, tetapi juga dari sipil.
"Saat ini kita baru mengirimkan tentara dan polisi tetapi sebenarnya dari sipil juga banyak dibutuhkan seperti dokter, relawan, ahli gender, ahli negosiasi dan juga ahli hukum, karena kita sedang berbicara tentang pembangunan pasca konflik," kata Grata.
Menambah perempuan menjadi pasukan perdamaian tidaklah mudah karena mereka akan ditempatkan di daerah konflik selama enam bulan hingga setahun sehingga belum tentu diizinkan oleh suami atau keluarganya.
Oleh karena itu, Kemen PPPA akan bekerja sama dengan Polri dan TNI mencari relawan yang bersedia menjadi pasukan perdamaian dunia.
"Nanti kita akan buka pendaftarannya. Setelah keterima akan ada pelatihan untuk mereka agar dapat beradaptasi dengan daerah konflik," kata dia.
Dia menganggap kehadiran perempuan di zona konflik akan lebih efektif dalam membangun komunikasi dengan penduduk lokal dan dapat menjadi panutan bagi keumintas terkait kepemimpinan perempuan serta memperbaiki budaya kerja pasukan menjadi semakin peka gender dan responsif.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017