BPPT rancang reaktor pengolah emas non-merkuri

5 April 2017 16:33 WIB
BPPT rancang reaktor pengolah emas non-merkuri
Penambang tradisional mengolah batuan yang mengandung emas di Desa Ratatoto, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Selasa (1/12). Dalam sehari para penambang emas tradisionaldi kawasan tersebut mampu mendulang sekitar 100 gram emas mentah dengan nilai berkisar Rp30 juta. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang merancang dan mengujicoba prototipe reaktor pengolahan emas non-merkuri di beberapa lokasi penambangan emas rakyat menyusul instruksi Presiden tentang penghentian penggunaan merkuri dalam kegiatan penambangan emas.

"Di Indonesia, data 2010, merkuri yang terlepas ke lingkungan diperkirakan mencapai 200 ton, yakni 117 ton ke udara, 39 ton ke air dan 39 ton lagi ke tanah. Ini berbahaya dan akan dihapus," kata Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPT Dadan M. Nurjaman dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, Dadan menjelaskan, BPPT merancang metode pelindian kimiawi atau sianidasi dengan melarutkan lumpur yang mengandung emas menggunakan larutan sianida dan kemudian menambahkan karbon aktif untuk menyerap emasnya, sehingga tidak lagi memerlukan merkuri yang sulit didegradasi.

Dalam hal ini senyawa racun sianida diubah secara kimiawi menjadi zat kimia lain yang tingkat racunnya lebih kecil dan bisa dinetralisir.

"Hasil uji coba destruksi sianida itu tidak sampai empat jam," ujarnya.

"Prinsipnya mengubah ion CN- menjadi Cyanate OCN- yang tingkat racunnya berkurang menjadi tinggal 1/1.000 kali dari CN-. Setelah itu larutannya diendapkan dalam kolam pengendapan hingga memenuhi baku mutu untuk dilepas ke lingkungan," katanya.

Ia menambahkan bahwa selain berfungsi mengolah lumpur atau batuan yang mengandung emas menjadi emas bullion yang siap dijual ke penampung, reaktor pengolah emas non-merkuri tersebut juga sekaligus bisa memproses limbahnya.

Baca juga: (KLHK-BPPT kembangkan pengganti merkuri)

Baca juga: (BPPT-PTPN 5 kerja sama produksi biogas)

Baca juga: (BPPT kerja sama litbang energi baru terbarukan dengan CEA Prancis)

Dadan menjelaskan pula bahwa sebenarnya praktik sianidasi sudah dilakukan oleh sejumlah penambang emas, namun kurang tepat dalam pelaksanaannya.

BPPT memodifikasi desainnya sehingga pemanfaatan metode itu bisa optimal. Desain reaktor pengolah emas non-merkuri BPPT bisa dibuat di bengkel-bengkel biasa di sekitar penambangan emas rakyat.

"Reaktor ini memang agak mahal karena satu unit untuk 200 kg bisa Rp20 juta dan untuk yang ukuran 1,5 ton bisa Rp70 juta. Tapi reaktor ini bisa digunakan beramai-ramai dalam suatu komunitas atau koperasi dan hasilnya lebih optimal dibanding merkuri dalam menghasilkan bullion," katanya.

Hasil penggunaan metode sianidasi, menurut dia, lebih menguntungkan, karena bisa mengolah 10 gram bijih emas menjadi sembilan gram emas bullion. Sedangkan dengan merkuri, 10 gram bijih emas hanya bisa menghasilkan tiga gram atau 30 persen bullion menurut Dadan.

Uji coba pemanfaatan reaktor non-merkuri BPPT telah dilakukan di penambangan rakyat di Kabupaten Pacitan, Banyumas, serta Lebak dan diharapkan bisa menjadi percontohan di seribuan lokasi penambangan emas rakyat di seluruh Indonesia.

Pengalihan metode penambangan ke metode tanpa merkuri, menurut Dadan, harus dilakukan karena merkuri sangat berbahaya bagi tubuh, menyebabkan keracunan yang mengakibatkan kelainan fungsi saraf yang dampaknya banyak, mulai dari kesemutan, lemas, penurunan kemampuan bicara, lumpuh, koma hingga tewas.

Selama ini pertambangan rakyat menghasilkan 65-130 ton emas per tahun sementara perusahaan pertambangan pemegang izin hanya 59 ton saja.


Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017