"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis.
Mahkamah menilai bahwa pokok permohonan Robby selaku Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Pemohon meminta Mahkamah supaya memasukkan perzinaan yang sudah tercantum dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP menjadi bagian dari Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.
Sementara itu Mahkamah berpendapat permohonan tersebut justru menjadikan Mahkamah sebagai pembuat kebijakan kriminal, sedangkan pembuat kebijakan seharusnya ada pada Pembentuk Undang Undang yaitu DPR bersama dengan Pemerintah.
"Persoalan hukum yang dipermasalahkan Pemohon adalah kebijakan kriminal dalam arti menjadikan suatu perbuatan yang sebelumnya bukan perbuatan pidana, menjadi perbuatan pidana," ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo yang membacakan pertimbangan Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah berpendapat bahwa menyatakan suatu perbuatan yang semula bukanlah perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana, harus mendapatkan kesepakatan dari seluruh rakyat yang dalam hal ini diwakili oleh DPR bersama dengan Presiden.
"Maka dalam hubungannya dengan permohonan a quo, persoalannya adalah bukan terletak pada konstitusionalitas norma melainkan pada persoalan politik hukum dalam hal ini politik hukum pidana," tutur Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Sebelumnya Robby merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP sebab hanya mengatur pemidanaan bagi perantara atau penghubung jasa tindak asusila saja.
Robby ditangkap karena terkait dengan kasus tindak asusila yang diduga melibatkan sejumlah artis di Indonesia dan didakwa dengan Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP.
Robby kemudian divonis dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Oktober 2015 silam, namun pihak yang menggunakan jasa Robby tidak dikenakan sanksi pidana.
(Baca juga: Mucikari Robby Abbas gugat KUHP ke MK)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017