• Beranda
  • Berita
  • Keluarga korban longsor Nganjuk mengharap keajaiban

Keluarga korban longsor Nganjuk mengharap keajaiban

11 April 2017 13:54 WIB
Keluarga korban longsor Nganjuk mengharap keajaiban
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (kanan) menenangkan keluarga korban longsor usai memberikan bantuan di Desa Janti, Nganjuk, Jawa Timur, Senin (10/4/2017). Longsor di lahan pertanian lereng gunung Wilis tersebut menyebabkan lima orang warga hilang. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)
Seorang perempuan berjilbab hitam awut-awutan bermata sendu duduk bersandar di dinding batu bata belum bersemen. Namanya Sarinah. Ia menunduk, bergeming di antara orang-orang di sekelilingnya yang sedang membicarakan nasib suaminya, Paidi.

Sesekali dia mengusap air mata, menangisi suami yang tertimbun longsoran tanah lereng Gunung Wilis di Dusun Dolopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Minggu (9/4) siang.

Di dekatnya duduk Sarinem, kakak kandungnya, kemudian dua anak perempuannya yang bernama Eny dan Widji Lestari dan tiga cucunya yang berusia balita, serta beberapa kerabat dan tetangga.

Ada juga Wakimin, tetangga dan teman Paidi dan Joko, suami anak Paidi.

"Saya juga sempat bilang ke Bapak, 'Ayo Pak balik wes sore'. Di situ juga ada ibuk," kata Joko. Saat longsor kakinya tertimbun tanah hingga hampir sepaha.

"Syukurlah kaki masih bisa saya angkat dan menyelamatkan diri. Tapi Bapak tidak sempat lari karena saat kejadian sedang ngarit (membersihkan rumput)," kata suami Eny itu.

Joko kemudian berhenti sejenak berbicara dan menghela nafas panjang, lalu minta izin untuk duduk di dekat istri dan anaknya.

Sarinah yang semula diam dan duduk bersandar akhirnya berbicara. Ibu dua anak itu bahkan sempat bercerita kalau dia juga meminta suaminya pulang karena hari sudah menjelang sore.

"Kulo niku sampun ngomong ten bapak, ayo pak mbalek wes sore (Saya sudah bilang ke bapak, ayo pak pulang sudah sore)," ucapnya lirih.

Tak sampai lima menit setelah dia meminta sang suami pulang dan beranjak dari lahan cengkih, ia kaget saat menoleh ke belakang dan melihat pria yang menafkahinya hilang dari tempatnya mengarit.

"Kulo bengok-bengok (saya teriak-teriak), bapaak-bapaak!! Tapi bapak sudah tidak ada dan tanahnya gerak," katanya kemudian kembali terisak.

Eny, yang duduk di dekat Sarinah, tangisnya makin kencang. Air matanya tak berhenti mengalir. Kesedihannya tumpah. Bapak yang baru dua hari pulang setelah hampir setahun bekerja sebagai tukang bangunan di Papua dan kemudian di kawasan Sidoarjo tidak diketahui nasibnya.

"Bapak itu tukang bangunan di Papua dan sering sekali ke sana, kemudian di Sidoarjo, dan baru Kamis (6/4) kembali ke rumah. Dua hari di sini bekerja di sawah yang sekarang sedang menanam cengkih dan padi," katanya.

Selama dua hari tinggal seatap dengan sang bapak, baik Eny, adiknya maupun sang ibu tidak memiliki firasat apa pun.

"Tidak ada pesan apa pun, tidak ada firasat apa pun, tidak ada tingkah laku aneh juga. Bapak itu kalau pulang ke rumah ya selalu ke sawah, sama seperti biasanya," kata Eny.

Mewakili keluarga, ia berterima kasih kepada semua pihak yang berusaha membantu mencari bapaknya yang masih tertimbun.

"Kami ikhlas bagaimana pun kondisi bapak. Tapi yang namanya harapan, dan keajaiban itu ada," katanya sembari tertunduk mengusap air matanya.



Kakak Beradik

Dari lima orang yang dinyatakan hilang setelah longsor, dua di antaranya adalah kakak beradik, Bambang Doni Ardiansyah (23) dan Bayu Ragil Permana (14).

Sesaat sebelum tanah longsor, keduanya sedang berfoto-foto bersama dua rekan mereka Kodri (15) dan Dwi (17). Keempatnya warga Dusun Sumber Bendo.

"Warga sudah sempat meneriaki mereka agar menjauh karena ada tanah bergerak, tapi mungkin tidak terdengar sehingga mereka ikut jadi korban," kata Wakimin, warga desa setempat.

Informasi tersebut membuat syok orangtua Bambang Doni Ardiansyah (Doni) dan Bayu Ragil Permana (Bayu).

"Saya berharap ada keajaiban dan petugas menemukan anak-anak saya," kata Martini, sang ibu.

Ditemani suaminya, Askan, ia hanya duduk. Jemarinya terus memegang tasbih, mulutnya tiada henti menyebut nama Allah.

Kini Martini dan Askan tinggal memiliki satu anak, Bambang Dani Ardiansyah (Dani), yang merupakan saudara kembar Doni.

"Tidak ada firasat apa pun dan semuanya seperti biasa. Mas Doni bersama teman-teman mau memotret di dekat lokasi karena memang sudah mendengar ada potensi longsor di sana," kata Dani, yang saat ini masih kuliah di Universitas Muhammadiyah Gresik.

Doni sudah sarjana dan adiknya Bayu masih di bangku SMP. Sementara Kodri merupakan siswa kelas 1 SMA, dan Dwi siswa kelas 3 SMA yang seharusnya pekan ini mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer.

 
Doa bersama


Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf memimpin doa bersama untuk para korban longsor di kediaman keluarga Paidi di Dusun Njati, Senin (10/4) malam.

"Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan dikuatkan dengan ujian dari Allah SWT," ujar Wakil Gubernur yang biasa disapa Gus Ipul itu.

Keluarga, kerabat, tetangga serta petugas dari tim SAR maupun relawan menghadiri acara tahlil dan doa bersama itu.

Gus Ipul didampingi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur Sudarmawan, Komandan Kodim 0810 Nganjuk Letkol (Arh) Sri Rusyono juga menghadiri acara doa bersama di kediaman seluruh korban hilang, Doni dan adik kandungnya Bayu, serta Kodri dan Dwi.

Mereka berdoa untuk kebaikan korban, dan mendoakan agar Tuhan memberikan kekuatan dan ketabahan kepada keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih.

Oleh Fiqih Arfani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017